Senin, 24 November 2014

Paham Intergralistik Indonesia

Paham Integralistik Indonesia


1). Pengertian
           
            Dalam pengertian ini paham integralistik memberikan suatu prinsip bahwa negara adalah suatu kesatuan integral dari unsur-unsur yang menyusunnya, negara mengatasi semua golongan bagian-bagian yang membentuk negara, negara tidak memihak pada suatu golongan betapapun golongan tersebut sebagai golongan besar
Paham integralistik dalam kehidupan bernegara mengasumsikan negara kesatuan Republik Indonesia.
           
            Paham Negara Integralistik Menurut Supomo, Integralistik merupakan paham yang berakar dari keanekaragaman budaya bangasa namun tetap mempersatukan satu kesatuan integral yang disebut Negara Indonesia.


2). Paham Integralistik
           
            Teori integralistik berpendapat bahwa tujuan negara itu merupakan gabungan dan paham individualisme dan sosialisme. Paham integralistik ingin menggabungkan kemauan rakyat dengan penguasa (negara).
           
            Soepomo, yang sudah diberi gelar pahlawan, adalah pencetus konsepsi "negara integralistik", yang serupa tapi tak sama dengan bentuk negara kesatuan Indonesia saat ini.

            Konsepsi  ini, dikemukakan Soepomo saat berpidato di depan rapat BPUPKI, pada 31 Mei 1945. Dalam rapat yang membicarakan tentang dasar-dasar Negara Indonesia Merdeka itu, Soepomo mengutarakan tiga persoalan penting yang perlu disasar sebelum terwujudnya Negara Indonesia Merdeka.

Pertama, pilihan antara persatuan negara (eenheidsstaat), negara serikat (bondstaat), atau persekutan negara (statenbond). Kedua, soal hubungan antara negara dan agama. Ketiga, sekaligus yang terakhir, pilihan antara republik atau monarki.           
           
            Pemikiran Mr.Soepomo tentang konsep Negara integralistik (paham Negara kekeluargaan) dikemukakan dalam sidang BPUPKI yang kedua, tepatnya pada tanggal 31 Mei 1945 di Gedung Chuo Sangi In di jalan Pejambon 6 Jakarta, menyatakan bahwa cita – cita negara yang sesuai dengan Indonesia adalah negara integralistik.
            Mr.Soepomo dalam pidatonya selain memberikan rumusan tentang Pancasila juga memberikan pemikiran tentang paham integralistik Indonesia. Hal ini tertuang di dalam salah satu pidatonya yang berbunyi :

“………,bahwa jika kita hendak mendirikan Negara Indonesia yang sesuai dengan keistimewaan sifat dan corak masyarakat Indonesia, maka negara kita harus berdasar atas aliran pikiran (staatsidee) negara yang integralistik, negara yang bersatu dengan seluruh rakyatnya, yang mengatasi seluruh golongannya dalam lapangan apa pun.”

            Negara  integralistik menurut  Mr. Soepomo lebih tepat daripada negara individual liberalistis atau negara yang didasarkan pada kelas sebagaimana yang diperlihatkan negara komunis. Menurutnya,integralistik berarti negara tidak untuk menjamin negara individu, bukan pula untuk kepentingan golongan tertentu tetapi menjamin kepentingan masyarakat seluruhnya sebagai satu kesatuan yang integral. Didalamnya, segala golongan, segala bagian, semua individu berhubungan erat satu sama lain yang didasarkan pada prinsip persatuan antara pimpinan dan rakyat dan prinsip persatuan dalam negara seluruhnya. Pendapat ini didukung oleh Ir. Soekarno dan anggota – anggota BPUPKI
           

            Paham integralistik yang terkandung dalam Pancasila meletakkan asas
kebersamaan hidup, mendambakan keselarasan dalam hubungan antarindividu maupun
masyarakat. Dalam pengertian ini paham negara integralistik tidak memihak kepada yang
kuat, tidak mengenal dominasi mayoritas dan juga tidak mengenal tirani minoritas. Maka
di dalamnya terkandung nilai kebersamaan, kekeluargaan, ke “binneka tunggal ika” an,
nilai religiusitas serta selaras.
           
            Paham Integralistik merupakan aliran pemi­kiran yang sesuai dengan watak bangsa Indonesia yang bersifat kekeluargaan dan tolong-menolong.
Pentingnya Pengakuan Suatu Negara oleh Negara Lain:
Tata hubungan intemasional menghendaki status negara merdeka sebagai syarat yang harus dipenuhi. Pengakuan dan negara lain juga merupakan modal bagi suatu negara untuk diakui sebagai negara yang merdeka. Pengakuan negara terhadap negara lain dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pengakuan secara de Facto dan de Jure.
           
            Melalui sidang BPUPKI tanggal 31 Mei 1945, Supomo mengusulkan paham Integralistik yang menurutnya paham ini berakar pada keanekaragaman budaya bangsa namun hal itu justru mempersatukan dalam suatu kesatuan integral yang disebut Negara Indonesia.
Paham integralistik yang terkandung dalam Pancasila meletakkan asas kebersamaan hidup, mendambakan keselarasan dalam hubungan antar individu maupun masyarakat.
Dalam pengertian ini paham negara integralistik tidak memihak kepada yang kuat, tidak mengenal dominasi mayoritas dan juga tidak mengenal tirani minoritas. Maka di dalamnya terkandung nilai kebersamaan, kekeluargaan, ke “binneka tunggal ika” an, nilai religiusitas serta selaras.




Bila dirinci maka paham Negara Integralistik memiliki pandangan sebagai berikut :
  1. Negara merupakan suatu susunan masyarakat yang integral.
  2. Semua golongan bagian, bagian dan anggotanya berhubungan erat satu dengan lainnya.
  3. Semua golongan, bagian dan anggotanya merupakan persatuan masyarakat yang organis.
  4. Yang terpenting dalam kehidupan bersama adalah perhimpunan bangsa seluruhnya.
  5. Negara tidak memihak kepada sesuatu golongan atau perseorangan.
  6. Negara tidak menganggap kepentingan seseorang sebagai pusat.
  7. Negara tidak hanya untuk menjamin kepentingan seseorang atau golongan saja.
  8. Negara menjamin kepentingan masyarakat seluruhnya sebagai suatu kesatuan integral.
  9. Negara menjamin keselamatan hidup bangsa seluruhnya sebagai suatu kesatuan yang tak dapat dipisahkan.
           

            Negara Pancasila adalah Negara Kebangsaan yang Berketuhanan Yang Maha Esa
Sesuai dengan makna negara kebangsaan Indonesia yang berdasarkan Pancasila adalah kesatuan integral dalam kehidupan bangsa dan negara, maka memiliki sifat kebersamaan, kekeluargaan serta religiusitas. Dalam pengertian inilah maka Negara Pancasila pada hakikatnya adalah negara kebangsaan yang Berketuhanan Yang Maha Esa.
Rumusan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagaimana terdapat dalam Pembukaan UUD 1945, telah memberikan sifat yang khas kepada Negara Kebangsaan Indonesia, yaitu bukan merupakan negara sekuler yang memisahkan antara agama dengan negara demikian juga bukan merupakan negara agama yaitu negara yang mendasarkan atas agama tertentu.
           
            Negara tidak memaksa dan tidak memaksakan agama karena agama adalah merupakan suatu keyakinan bathin yang tercermin dalam hati sanubari dan tidak dapat dipaksakan. Kebebasan beragama dan kebebasan agama adalah merupakan hak asasi manusia yang paling mutlak, karena langsung bersumber pada martabat manusia yang berkedudukan sebagai makhluk pribadi dan makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu agama bukan pemberian negara atau golongan tetapi hak beragama dan kebebasan beragama merupakan pilihan pribadi manusia dan tanggung jawab pribadinya.


Hubungan negara dengan agama menurut Negara Pancasila adalah sebagai berikut :
  1. Negara adalah berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
  2. Bangsa Indonesia adalah sebagai bangsa yang Berketuhanan Yang Maha Esa.
  3. Tidak ada tempat bagi Atheisme dan Sekulerisme karena hakikatnya manusia berkedudukan kodrat sebagai makhluk Tuhan.
  4. Tidak ada tempat pertentangan agama, golongan agama, antar dan inter pemeluk agama serta antar pemeluk agama.

  1. Tidak ada tempat bagi pemaksaan agama karena ketaqwaan itu bukan hasil paksaan bagi siapapun juga.
  2. Oleh karena itu harus memberikan toleransi terhadap orang lain dalam menjalankan agama dan negara.
  3. Segala aspek dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara harus sesuai dengan nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa terutama norma-norma hukum positip maupun norma moral baik moral negara maupun moral para penyelenggara negara.
  4. Negara pada hakikatnya adalah merupakan “ . . . . .berkat Rahmat Allah Yang Maha Esa.
           

            Menurut paham Theokrasi hubungan negara dengan agama merupakan hubungan yang tidak dapat dipisahkan karena negara menyatu dengan agama dan pemerintahan dijalankan berdasarkan firman-firman Tuhan. Dengan demikian agama menguasai masyarakat politis.. Dalam praktik kenegaraan, terdapat dua macam pengertian negara Theokrasi yaitu Theokrasi Langsung dan Negara Theokrasi Tidak Langsung.


a. Theokrasi Langsung

            Dalam sistem negara theokrasi langsung kekuasaan adalah langsung merupakan otoritas Tuhan. Adanya negara di dunia ini adalah atas kehendak Tuhan dan yang memerintah adalah Tuhan. Dalam sejarah Perang Dunia II, rakyat Jepang rela mati berperang demi Kaisarnya, karena menurut kepercayaannya Kaisar adalah sebagai anak Tuhan. Negara Tibet dimana pernah terjadi perebutan kekuasaan antara Pancen Lama dan Dalai Lama adalah sebagai penjelmaan otoritas Tuhan dalam negara dunia.


b. Theokrasi Tidak Langsung

            Negara Theokrasi tidak langsung bukan Tuhan sendiri yang memerintah dalam negara, melainkan kepala negara atau raja, yang memiliki otoritas atas nama Tuhan. Kepala Negara atau Raja memerintah atas kehendak Tuhan, sehingga kekuasaan dalam negara merupakan suatu karunia dari Tuhan.
Dari uraian tersebut jelaslah bahwa Negara Pancasila adalah negara yang melindungi seluruh agama di seluruh wilayah tumpah darah. Sebagaimana tersebut dalam Pasal 29 ayat (2) memberikan kebebasan kepada seluruh warga negara untuk memeluk agama dan menjalankan ibadah sesuai dengan keimanan dan ketakwaan masing-masing. Negara kebangsaan yang berketuhanan yang Maha Esa adalah negara yang merupakan penjelmaan dari hakikat kodrat manusia sebagai individu makhluk, sosial dan manusia adalah pribadi dan makhluk Tuhan yang Maha Esa.

           


3). Negara Integralistik Soepomo: Kegagalan dan Tantangan Masa      Depan
      

            Saat ini, panggilan jaman jelas sudah berbeda. Globalisasi yang tak terelakkan, serta perkembangan teknologi yang membuat dunia menjadi tanpa batas, harus direspon dengan jawaban yang tepat pula. Negara integralistik/totaliter versi Soepomo, tentunya, tidak lagi menjadi opsi. Sejarah telah mencatat bahwa negara integralistik/totaliter--apapun ideologinya--hanya menjadi legitimasi pelanggaran hak asasi manusia, serta menambah catatan panjang kekelaman sejarah dunia.

            Tetapi visi Soepomo agar Indonesia menyesuaikan dengan kondisi nyata dan panggilan jaman; menjadi satu dengan rakyatnya; dan tidak berpihak pada golongan tertentu, akan selalu relevan hingga masa mendatang. Indonesia dengan ideologi Pancasila, harus dinamis, menyesuaikan bentuknya dengan lingkungan sekitar, tanpa harus meninggalkan bentuk aslinya. Parlementer, republik, apapun bentuknya, hanyalah menjadi sarana untuk mewujudkan Indonesia yang adil, makmur, dan sejahtera.

            Negara integralistik, menurut Soepomo, akan bersatu dengan seluruh rakyatnya dari golongan apapun. Aliran ini menuntut kepala negara menjadi pemimpin yang sejati, penunjuk jalan ke arah cita-cita luhur, dan diidam-idamkan oleh rakyat. Tak berhenti sampai di sana, Soepomo menegaskan bahwa negara dengan konsepsi integralistik/totaliter akan mengatasi segala golongan dan menghormati keistimewaan semua golongan, baik besar maupun kecil.

            Soepomo sendiri, dalam pidatonya di BPUPKI, merujuk pada Jerman dan Jepang-dua negara yang di era 1940an terkenal dengan fasisme-nya-sebagai bentuk paling tepat dari negara integralistik. Soepomo menganggap, kedua negara itu menganut prinsip persatuan antara pimpinan dan rakyat, yang menjadi elemen penting negara integralistik/totaliter. Pada akhirnya, konsep inilah yang dianggap cocok dengan aliran pikiran ketimuran, termasuk Indonesia.
           
            Kekhawatiran akan penyelewengan negara integralistik/totaliter seperti di Jerman dan Jepang, sialnya, terwujud pada era Orde Baru. Idealisme Soepomo menjadi nyata dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, ketika kepentingan berbagai golongan dilebur dalam ideologi negara Pancasila. Patut disayangkan, idealisme ini justru disalah gunakan untuk kepentingan penguasa dan melegitimasi tindakan represif terhadap suara-suara yang kritis.   
           


            Visi Soepomo untuk membuat negara menjadi satu dengan masyarakatnya, justru diselewengkan menjadi state terorrism. Tak hanya itu, lembaga permusyawaratan--sebuah lembaga yang juga direkomendasikan Soepomo--yang diharapkan menjadi suara rakyat, malah sekedar menjadi tukang stempel untuk kebijakan pemerintah. Akhirnya, Indonesia, selama 30 tahun, menjadi negara fasis yang bertopengkan demokrasi.

            Dari titik ini dapat dilihat bahwa cita-cita Soepomo sesungguhnya lebih rasional untuk dikonkritkan melalui negara yang, dalam bahasa Soepomo, menganut demokrasi Barat. Konsepsi negara integralistik/totaliter malah rentan untuk diselewengkan menjadi negara diktatorial yang tidak menghargai hak asasi manusia, yang di dalamnya termasuk kebebasan berpendapat, berserikat, dan beragama.

            Meski terkesan sebagai sumber dari fasisme di Indonesia, pemikiran Soepomo sesungguhnya sangat visioner. Pandangannya atas konsep negara integralistik, berangkat dari kondisi riil Indonesia, yang pada tahun 1940an masih rapuh dan berusaha mencari bentuk. Pilihan negara integralistik/totaliter, pada akhirnya, memang tepat untuk menjawab pernyataan Soepomo bahwa negara harus disesuaikan dengan panggilan jaman pada saat pra-kemerdekaan.

            Pada masa pra-kemerdekaan, masyarakat Indonesia masih terpecah-pecah dalam berbagai suku dan golongan. Kondisi ini juga diperparah dengan politik devide et impera Belanda, yang terbukti ampuh untuk merontokkan perjuangan bangsa Indonesia. Tak heran, pilihan negara yang kuat dan bisa menyatukan semua kepentingan adalah opsi yang paling rasional.

            Saat ini, panggilan jaman jelas sudah berbeda. Globalisasi yang tak terelakkan, serta perkembangan teknologi yang membuat dunia menjadi tanpa batas, harus direspon dengan jawaban yang tepat pula. Negara integralistik versi Soepomo, tentunya, tidak lagi menjadi opsi. Sejarah telah mencatat bahwa negara integralistik--apapun ideologinya--hanya menjadi legitimasi pelanggaran hak asasi manusia, serta menambah catatan panjang kekelaman sejarah dunia.

            Tetapi visi Soepomo agar Indonesia menyesuaikan dengan kondisi nyata dan panggilan jaman; menjadi satu dengan rakyatnya; dan tidak berpihak pada golongan tertentu, akan selalu relevan hingga masa mendatang. Indonesia dengan ideologi Pancasila, harus dinamis, menyesuaikan bentuknya dengan lingkungan sekitar, tanpa harus meninggalkan bentuk aslinya. Parlementer, republik, apapun bentuknya, hanyalah menjadi sarana untuk mewujudkan Indonesia yang adil, makmur, dan sejahtera.







4). Pemahaman Integralistik Indonesia
                                                                                     
·         Tidak sama dengan Paham Integralistik ala Jerman

Paham integralistik ala jerman menimbulkan disiplin mati (kadaver discipline) yang menumbuhkan negara kekuasaan totaliter.

§  ciri khas     : du bist nicht deine volk ist alles
§  artinya       : bahwa kamu sebagai orang seseorang tidak ada artinya, yang penting adalah bangsa.


·         Paham integralistik yang diungkapkan oleh Supomo dikombinasi dengan pemikiran Bung Hatta menghasilkan Paham INTEGRALISTIK ala INDONESIA.

§  ciri khas     : kepentingan masyarakat diutamakan, namun harkat dan martabat manusia dihargai.
§  ciri dan paham integralistik ini dapat dijumpai di kehidupan desa


·         Paham Integralistik dalam kehidupan ketatanegaraan

§  Disebut sebagai Negara kekeluargaan
§  Asas Negara kekeluargaan merupakan isi dan filsafat dari pancasila


·         Asas kekeluargaan terdiri dari dua perkataan

§  sesuatu kebenaran yang menjadi pokok dasar atau tumpuan berpikir
§  kekeluargaan


·         Kekeluargaan

§  berasal dari kata keluarga terdiri dari       :

o   ayah, ibu dan anak-anak terkadang ditambah kakek dan nenek serta keponakan.

o   susunan keluarga terdiri dari beberapa sifat, watak dan kecenderungan yang berbeda, tetapi dalam keluarga tetap satu.


·         Indonesia dipandang sebagai suatu Negara besar atau NEGARA KEKELUARGAAN

§  Rakyat Indonesia merasa dirinya sebagai satu keluarga
§  masing-masing individu bertanggung jawab dalam keluarga besar yang bernama negara

o   Artinya masing-masing mempunyai tanggung jawab bersama dalam keluarga besar bernama negara

§  Asas kekeluargaan merupakan isi dari filsafat dan pancasila

o   Artinya bahwa negara kekeluargaan hanya terdapat dalam Negara Pancasila dan Negara yang berdasarkan Neagara Pancasila selalu merupakan negara kekeluargaan.


·         Ciri-Ciri Tata Nilai Integralistik
                                          

§  Bagian atau golongan yang terlibat berhubungan erat dan merupakan kesatuan organis.
§  Eksistensi setiap unsur hanya berarti dalam hubungannya dengan keseluruhan.
§  Tidak terjadi situasi yang memihak pada golongan yang kuat atau yang penting.
§  Tidak tejadi dominasi mayoritas atau minoritas.
§  Tidak memberi tempat pada paham individualisme, liberalisme dan totaliterisme
§  Yang diutamakan keselematan maupun kesejahteraan, kebahagiaan keseluruhan (bangsa dan negara).
§  Mengutamakan memadu pendapat daripada mencari menangnya sendiri.
§  Disemangati kerukunan, keutuhan, persatuan, kebersamaan, setia kawan, gotong royong.
§  Saling tolong menolong, bantu membantu dan kerja sama
§  Berdasarkan kasih sayang, pengorbanan, kerelaan.
§  Menuju keseimbangan lahir batin, pria dan wanita, individu maupun masyarakat serta lingkungan.






SEMOGA BERMANFAAT TEMAN ......

Tidak ada komentar:

Posting Komentar