Senin, 24 November 2014

KERANGKA KERJA SISTEM POLITIK: PENDEKATAN SISTEM

1.    Kerangka Kerja Sistem Politik: Pendekatan               Sistem

A. Pengantar: Sistem Politik dalam Suatu Kerangka Analisis Sistem


                Ide ilmu sistem muncul dari disiplin biologi yang dipelopori oleh Bertalanffy pada tahun 1940. Dalam dunia praktis, ilmu sistem ini diaplikasikan oleh banyak disiplin ilmu yang berbeda, yaitu diantaranya para ilmuwan sosial. Misalnya salah satu ilmuwan politik, David Easton pada tahun 1950-an telah mengembangkan kerangka kerja, yang kemudian ia sebut sebagai pendekatan sistem politik.
                Melalui pendekatam sitem politik, suatu masyarakat tidak dilihat hanya terdiri atas satu sistem (misalnya sistem politik saja), melainkan terdiri atas multisistem. Perbedaan dari sistem-sistem ini adalah dari kegiatan-kegiatan yang mendukung proses-proses masing-masing sistem. Sistem politik menyangkut proses-proses dan kegiatan politik, sementara sistem ekonomi adalah proses-proses yang melibatkan kegiatan-kegiatan ekonomi, yaitu kegiatan yang diarahkan  untuk memenuhi kebutuhan manusia.
                Pendekatan sistem berpegangan pada prinsip bahwa tidak mungkin untuk memahami suatu bagian masyarakat secara terpisah dari bagian-bagian lain yang mempengaruhi operasinya. Gagasan inilah yangmenjadi pusat utama kerangka teori sistem politik yang dikembangkan David Easton. Sebagai contoh mungkin si A lebih tertarik untuk menganalisis dampak lingkungan internal (domestik). peran partai politik, atau budaya politik dalam pemrintahan. Dalam konteks ini, Easton mengemukakan, bahwa ketika kita mulai berbicara tentang kehidupan politik sebagai sistem kegiatan, maka akan muncul konsekuensi terhadap cara yang dapat kita ambil dalam melakukan analisis kerja suatu sistem.
Kerangka Pikir Sistem Politik dari David Easton

                David Easton adalah salah satu ilmuwan yang telah berupaya membangun ilmu politik yang sistematis melalui dua tahap, yaitu: Pertama,  melalui tulisan ilmiahnya “The Political System” pada tahun 1953, menyatakan bahwa perlunya suatu teori umum dalam ilmu politik. kedua, dalam tulisan ilmiah lainnya “A System Analysis of Political Life” pada tahun1965, ia mulai memperkenalkan konsep serta merinci konsep-konsep yang mendukung tulisan sebelumnya, dan mencoba mengaplikasikan ke dalam kegiatan politik konkret atau praktis.
                Easton menyatakan ada empat asumsi yang mendasari bangunan pemikirannya yang bersifat umum dalam mengkaji suatu sitem politik, yaitu :
1.       Ilmu pengetahuan memerlukan suatu kontruksi, atau bangunan yang sistematis untuk mensistematiskan (menyusun) fakta-fakta, atau data-data yang ditemukan.
2.       Para pengkaji kehidupan politik harus memandang sistem politik sebagai keseluruhan (sistem), bukan parsial, atau bagian-bagian  yang terpisah satu sama lain.
3.       Riset sistem politik terdiri atas dua jenis data: data psikologis dan data situasional. Data psikologis terdiri atas karakteristik personal serta motivasi para partisipan politik. Data  situasional terdiri atas senua aktivitas muncul akibat pengaruh lingkungan. pengaruh ini muncul dari lingkungan fisik (topografi, geografis), lingkungan organis nonmanusia (flora, fauna) dan lingkungan sosial (rakyat, aksi dan reaksi).
4.       Sistem politik harus dianggap berada dalam suatu disequilibrium (ketidakseimbangan).

B. Pengertian Sistem


                Sistem secara etimologi menurut Webster’s New Collegiate Dictionary terdiri dari kata “syn” dan “histanai” dari kata greek, yang berarti to place  together—menempatkan bersama.
                Advanced Leaner’s Dictionary dalam Sukarna (1977:13) menjelaskan pengertian sistem adalah: ‘’ System is a group of facts, ideas, beliefs etc arranged in an orderly way as a system of philosophy’’(sistem adalah kumpulan fakta-fakta, pendapat-pendapat, kepercayaan-kepercayaan dan lain-lain yang disusun dalam suatu cara yang teratur; seperti sistem filsafat).
                Sistem adalah sekumpulan objek(objectives) (unsur-unsur, atau bagian-bagian) yang berbeda-beda (diverse) yang saling berhubungan (intrerrealated), saling bekerja sama (jointly) dan saling mempengaruhi (independently) saru sama lain serta terikat pada rencana (planned) yang sama untuk mencapai tujuan (output) tertentu dalam lingkungan (environment) yang kompleks.
                untuk mengetahui apakah segala sesuatu itu dapat dikatakan sistem maka harus mencakup lima unsur utama, yaitu:
1.       Adanya sekumpulan objek (objectives) (unsur-unsur, atau bagian-bagian, atau elemen-elemen)
2.       Adanya interaksi atau hubungan (interrealatedness) antar unsur-unsur (bagian-bagian, elemen-elemen).
3.       Adanya sesuatu yang mengikat undur-unsur (working independently and jointly) (bagian-bagian, elemen-elemen saling tergantung dan bekerja sama) tersebut menjadi suatu kesatuan (unity).
4.       Berada dalam suatu lingkungan (environtmen) yang kompleks (complex)
5.       terdapat tujuan bersama atau (output), sebagai hasil akhir

C. Pengertian Politik


                Dalam catatan sejarah, orang yang pertama kali mengenlkan kata politik, adalah aristoteles (384-322 S.M) seorang filsuf yunani kuno. ia mengemukakan bahwa ‘’manusia adalah binatang politik’’. berangkat dari asumsi tersebut,, bahwa hakikat kehidupan sosial sesungguhnya merupakan politik, karena interaksi satu sama lain dari dua atau lebih orang sudah pasti akan melibatkan hubungan politik. hal ini merupakan kecenderungan alami dan tak dapat dihindarkan oleh manusia, dan hanya sedikit orang yang cenderung mengasingkan dirinya daripada bekerja sama dengan orang lain.
                Polis adalah suatu organisasi kekuasaan yang diberi wewenang untuk mengurus kesatuan masyarakat  dengan menciptakan tata tertib dalam kehidupan bersama  di dalam wilayah negara.
                Dari kata polis tersebut dapat diketahui,  bahwa “politik” merupakan istilah (terminologis) yang digunakan untuk konsep pengaturan masyarakat, yaitu berkaitan dengan masalah bagaimana pemerintahan dijalankan agar terwujud sebuah masyarakat politik atau negara yang paling baik. polis ini mempunyai tujuan untuk memberikan kehidupan yang baik bagi warga negaranya.
                Berangkat  dari kata polis tersebut, diturunkan beberapa kata-kata lainnya, seperti :
-        Politeia                                 : yang berarti segala hal ikhwal mengenai polis atau negara
-        Polities                                 : yang berarti warga polis, warga negara.
-        Politicos                               : yang berarti ahli negara, negarawan.
-        Politica                                  : yang berarti pemerintahan negara.
-        Politike tekne                    : yang berarti untuk kemahiran politik
-        Politike epistime              : yang berarti untuk ilmu politik
                Miriam Budiardjo (2000: 8) mengemukakan pengertian politik adalah: “Pada umumnya dikatakan bahwa politik (politics) adalah bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik (atau negara) yang menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan dari sistem itu dan melaksanakan tujuan-tujuan itu.”
                Menutrut Kartini Kartono (1989: 5-6), dilihat dari struktur dan kelembagaan politik dapat diartikan sebagai sesuatu yang ada relasinya dengan pemerintahan (peraturan, tindakan, pemerintahan, undang-undang, hukum, kebijakan, atau policy, dan lain-lain), yakni:
-        Pengaturan dan penguasaan oleh negara.
-        Cara memerintah suatu teritorium tertentu.
-        Organisasi, pengaturan, dan tindakan negara atau pemerintahan untuk mengendalikan negara secara konstitusional dan yuridis formal.
-        Ilmu pengetahuan tentang kekuasaan.

D. Pengertian Sistem Politik


               
                Sistem politik adalah suatu keseluruhan komponen-komponen atau lembaga-lembaga yang berfungsi dibidang politik yang kegiatannya menyangkut penentuan kebijakan umum (public policies) dan bagaimana kebijakan itu dilaksanakan, yaitu hal-hal yang menyangkut kehidupan negara atau pemerintahan.
                Dengan demikian cakupan studi sistem politik itu pada dasarnya menunjuk kepada ke seluruh lingkup aktivitas politik, yaitu membahas hubungan dan interaksi antara lembaga-lembaga (supra struktur politik: legistlatif, eksekutif, yudikatif, dan infrastruktur politik: partai politik, kelompok kepentingan, kelompok penekan, alat komunikasi politik, tokoh politik).
                Alasan untuk menggantikan kata negara , pemerintahan, dan bangsa dengan sistem politik, didasari pada pendekatan perilaku dalam masyarakat, yaitu bahwa perilaku politik adalah bagian dari perilaku sosial.
                Masyarakat merupakan suatu sistem sosial yang terdiri berbagai macam proses. Proses ini dapat dilihat dari gejala-gejala politik sebagai suatu kumpulan proses tersendiri yang berbeda dengan proses-proses lainnya. dengan kata lain, di dalam  masyarakat ada berbagai sistem, misalnya salah satunya sistem politik.
                Dalam pendekatan sistem, sistem politik adalah subsistem dari sistem sosial. karena itu pendekatan sistem melihat keseluruhan interaksi yang ada dalam suatu sistem, yakni suatu unit yang relatif terpisah dari lingkungannya dan memiliki hubungan yang relatif tetap diantara elemen-elemen pembentuknya. jadi pengertian sistem politik pertama-tama dapat dipahami adalah suatu sistem hubungan antara manusia dalam suatu negara tertentu.

E. Defenisi Sistem Politik


               
                Menurut Robert Dahl dalam Sri Soemantri  (1976: 2) mengemukakan pengertian sistem politik adalah: A political system is any persistent pattern of human relationships that involves to a significan extent, power, rules or authority.
                Selanjutnya, Sri Soemantri menguraikan  un sur-unsur yang terdapat dalam rumusan Robert Dahl tersebut. Pertama-tama, sistem politik suatu negara merupakan satu pola yang tetap daripada hubungan antaramanusia. Dengan kata lain, sistem politik pertama-tama adalah suatu sistem hubungan antara manusia dalam satu negara tertentu.
               

                Sementara itu Almond dalam Sukarna (1977: 15) mengatakan:
               
                Politcal system typically perform the functions of maintaining the integration of society,               adapting and changing the elements of the kinahip, religious and economic system,    protecting the intregrity of political system from outside treats, or expanding into and     attacking in other societies.

(Sistem politik pada hakikatnya melaksanakan fungsi-fungsi mempertahankan kesatuan masyaraka, menyesuaikan dan mengubah unsur pertautan hubungan, agama dan sistem ekonomi, melindungi kesatuan politik dan ancaman-ancaman dari luar atau mengembangkannya terhadap masyarakat lain atau menyerangnya).

David Easton dalam Sukarna (1977: 15-16) mengajukan suatu defenisi sistem politik yang terdiri dari 3 unsur:

1.       The Political system allocates values (by means of policies) {Sistem politik menetapkan nilai (dengan cara kebijakan)}.
2.       Its allocation are authiritive, and (Penetapannya bersifat paksaan atau dengan kewenangan), dan
3.       Its authoritive allocations are binding on the society as a whole (Penetapan yang bersifat paksaan itu tadi mengikat masyarakat secara keseluruhan).

                Dari beberapa pendapat sistem politik, menunjukkan adanya unsur:

Ø  Pola yang tetap dari hubungan antar manusi, yang dilembagakn dalam berbagai macam-macam badan politik (baik berupa supra struktur politik: eksekutif, legistlatif, dan yudikatif) maupun infrastruktur politi: Partai politik Golongan Kepentingan, Golongan Penekan, Alat Komunikasi Politik, dan Tokoh Politik).
Ø  Kebijakan yang mencakup pembagian atau pendistribusian barang-barang materiil dan immateriil untuk menjamin kesejahteraan. Atau membagikan dan mengalokasikan nilai-nilai negara secara mengikat.
Ø  Penggunaan kekuasaan atau wewenang untuk menjalankan paksaan fisik secara legal.
Ø  Fungsi integrasi dan adaptasi terhadap masyarakat baik ke dalam maupun keluar.

F. Ciri-ciri (Atribut) Sistem Politik

               
Menurut Easton ada 4 ciri atau atribut yang perlu diperhatikan:

1.         Unit-Unit dan Batasan-batasan Suatu Sistem Politik

               
                Unit-unit ini adalah lembaga-lembaga yang bersifat otoritatif untuk menjalankan sistem politik seperti legistlatif, eksekutif, yudikatif, partai politik, lembaga masyarakat sipil dan sejenisnya. Unit-u nit ini bekerja di dalam batasan sistem politik, misalnya cakupan wilayah negara atau hukum, wilayah tugas, dan sebagainya.

2.         Input-output

               
                Input merupakan masukan dari masyarakat ke dalam sistem politik. yaitu berupa tuntutan dan dukungan. Output adalah hasil kerja sistem politik yang berasal baik dari tuntutan maupun dukungan  masyarakat.

3.         Diferensiasi dalam Sistem

               
                Sistem yang baik haruslah memiliki diferensiasi (pembedaan/pemisahan) kerja. Di masa modern adalah tidak mungkin satu lembaga menyelesaikan semua masalah.

4.         Integrasi dalam Sistem

               
                Integrasi adalah keterpaduan kerja antarunit yang berbeda untuk mencapai tujuan bersama. Unit-unit dalam sistem politik menurut Easton adalah tindakan  politik (political actions), misalnya pembuatan UU, pengawasan DPR terhadap presiden, tuntutan elemen masyarakat terhadap pemerintah, dan sejenisnya.

                Untuk memahami sistem politik lebih jauh lagi baiklah kita lebih lanjut dengan pikiran Meriam O. Irish dan James W. Protho dalam Sukarna (1977: 19-20) mengemukakan :

                Sistem mempunyai bagian-bagian atau unsur-unsur  yang hampir mempunyai kesamaan. Unsur-unsur sistem politik ialah tindakan-tindakan politik, yang kesemua tindakan-tindakan ini merupakan pelaksanaan kebijakan berdasarkan kewenangan. Tindakan-tindakan ini cenderung  untuk menimbulkan adanya struktur politik baik dalam peranannya maupun kelomponya.

                Suatu sistem menunjukkan suatu keseluruhan yang hampir kesamaan (indentifiable). mengandung arti bahwa sistem mempunyai ikatan-ikatan yang wajar, lagi pula dalam tingkatan tertentu kegiatan-kegiatan sistem ini adalah terpadu dan terkoordinasi.
               
                Unit-unit tertentu dari suatu sistem saling tergantung. Tiap bagian saling mempengaruhi satu sama lain. Walaupun ada perbedaan atau pembagian tugas, tetapi pelaksanaan tugas suatu bagian sebenarnya merupakan pelaksanaan pula dari tugas-tugas bagian lain.
               
2.    Analisis Sistem Politik: Pendekatan Budaya              Politik

A. Pengantar


                Timbulnya perhatian terhadap budaya politik, karena adanya kesadaran dari para ahli politik, bahwa ilmu politik saja tidak akan mampu menerangkan gejala-gejala yang terjadi , tanpa bantuan dari disiplin ilmu lainnya.
                Abraham Maslow dalam Luthans (1995) dengan teorinya yang dinamakan “a theory of human motivation” . Maslow menjelaskan lima jenjang kebutuhan pokok manusia tersebut:

1.       Kebutuhan dasar atau fisiologis (physiological needs/basic needs), yaitu kebutuhan mempertahankan hidup: Mencakup sandang, pangan dan papan, serta seks, dan kebutuhan pegawai lainnya.
2.       Kebutuhan Rasa aman (safety needs/security needs), yaitu mencakup keselamatan dan perlindungan terhadap kerugian fisik, perlakuan yang adil, jaminan hari tua.
3.       Kebutuhan sosial (social needs), yaitu tampak pada kebutuhan akan perasaan diterima oleh orang lain, rasa dimiliki, dan rasa persahabatan.
4.       Kebutuhan akan penghargaan (esteem needs), yaitu nencakup faktorhormat eksternal seperti misalnya status, pengakuan, dan perhatian.
5.       Kebutuhan mempertinggi kapasitas kerja (self actualization), yaitu mencakup pertumbuhan, mencapai potensialnya, dan pemenuhan diri.

Menurut Dennis Kavangh (terjemahan Lailahanoum Hasyim, 1982: 10-11), ada dua alasan budaya politik dipelajari, yaitu:
1.                   Sikap warga negara terhadap sistem politik jelas memengaruhi macam-macam tuntutan-tuntutan yang diminta, cara tuntutan-tuntutan itu diutarakan, respons dan golongan elit cadangan dukungan yang baik terhadap rezim yang berkuasa, pokonya orientasi-orientasi yayang menentukan pelaksanaan sistem politik. Misalnya, tuntutan yang diminta pada sistem respons terhadap undang-undang dan permintaan dukungan, serta tingkah laku individu dalam peranan politik mereka.

2.                   Dengan mengerti akan sifat dan hubungan antara kebudayaan politik dan pelaksanaan sistemnya, kita akan lebih dapat menghargai cara-cara yang mungkin membawa perubahan-perubahan politik yang pesat.

                Gabriel A. Almond dan Bingham G. Powell dalam Kantaprawira (1980: 29) berdasarkan pengamatannya melukiskan bahwa kebudayaan politik juga terdapat dalam sistem politik masyarakat eskimo, yang hidup tersebar dalam kelompok-kelompok kecil mulai selat Bering antara Alaska dan Seberia sampai Tanah Hijau di Antlantik Utara mereka boleh dikatakan masih “sederhana”, kalau tidak tidak hendak disebut masih primitif.

B. Pengertian Budaya


                Culture istilah bahasa asing sama artinya dengan kebudayaan, berasal dari  kata latin ‘’colere” berarti mengelolah atau mengerjakan, yaitu mengelolah tanah atau bertani. Culture diartikan sebagai segala daya dan kegiatan manusia untuk mengelolah dan mengubah alam (Koentjaraningrat dalam Soekanto, 1969: 55).
                E.B Tylor dalam Soekanto (1996: 55) memberikan definisi mengenai kebudayaan ialah: “kebudayaan ialah: ‘’ Kebudayaan adalah kompleks yang pengetahuan kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan lain kemampuan-kemampuan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat.”
                Selo Soemardjan dan Soelaeman Somardi dalam Soekanto (1996: 55) merumuskan “kebudayaan sebagai semua hasil karya, rasa dan cipta masyarakat.’’
                Oleh karena itu, setiap masyarakat terdapat apa dinamakan pola-pola perilakuan (pattern of behavior). Pola-pola perilakuan tersebut adalah cara-cara bertindak atau berkelakuan yang sama daripada orang-orang hidup bersama dalam masyarakat yang harus diikuti oleh semua anggota masyarakat tersebut.
                Pola perilakuan masyarakat sangat dipengaruhi oleh kebudayaannya. Jadi, kebudayaan adalah mengatur agar manusia dapat mengerti bagaimana seharusnya bertindak, berbuat menentukan sikapnya kalau mereka berhubungan dengan orang lain.

C. Pengertian Budaya Politik


                Terminologi budaya politik memang banyak dan aneka ragam, namun memilik makna hampir sama.
                Pertama Roy Macridis mengemukakan bahwa politik adalah: ‘’sebagai tujuan bersama dan peraturan yang diterima bersama.”kedua, menurut Samuel Beer, menyebutkan komponen-komponen budaya politik adalah: ‘’nilai-nilai keyakinan dan sikap-sikap emosi tentang bagaimana pemerintahan seharusnya dilaksanakan dan tentang apa yang harus dilakukan pemerintah itu.”

                Ketiga, Robert Dahl menyebutkan unsur-unsur budaya politik yang penting adalah:

1.       orientasi pemecahan masalah-masalah, apakah mereka pragmatis ataukah rasionalistis
2.       orientasi terhadap aksi bersama, apakah mereka bersifat kerja sama atau tidak (ko-operatif atau non ko-operatif).
3.       orientasi terhadap sistem politik, apakah mereka setia atau tidak
4.       oerientasi terhadap orang lain, apakah mereka bisa dipercaya atau tidak.
                selain itu Gabriel A. Almond dalam Ismid Hada (1981:7) mengemukakan bahwa budaya politik adalah “suatu pola orientasi yang khusus dari tindakan politik yang sudah tertanam dalam  setiap sistem politik.”
                Sementara itu, Almond dan Verba (1963) dengan lebih komprehensif mengacu pada apa yang dirumuskan Parsons dan Shils tentang klasifikasi tipe-tipe orientasi, bahwa budaya politik mengandung tiga komponen objek politik sbb:

1.       Orientasi kognitif: yaitu berupa pengetahuan tentang dan kepercayaan pada politik, peranan dan segala kewajibannya serta input dan outputnya.
2.       Orientasi afektif: yaitu perasaan terhadap sistem politik, peranannya, para aktor (politisi) dan penampilannya, dan lembaga-lembaga politik (partai politik, eksekutif, legistlatif, dan yudikatif).
3.       Orientasi evaluatif: yaitu keputusan dan pendapat tentang objek-objek politik yang secara tipikal melibatkan standar nilai dan kriteria dengan informasi dan perasaan, misalnya tampak saat pemilu.







Contoh Operasionalisasi tiga komponen objek budaya politik

               
                Mengenai orientasi kognitif adalah pengetahuan, yaitu bagaimana warga atau individu mengetahui hak dan kewajibandalam pemilihan umum misalnya. Funsi parpol adalah menjalankan fungsi pendidikan politik, dan juga didalam UU Partai Politik telah ditegaskan, bahwa parpol diwajibkan untuk melakukan pendidikan politik.
                Namun disayangkan, di Indonesia penampakan elit partai politik atau parpol hanya ketika menjelang pemilu saja.
                Padahal, Menurut UU No. 2/2008 tentang Partai Politik, Pasal 31 dikemukakan partai politik melakukan pendidikan politik:

1.   Partai politik melakukan pendidikan politik bagi masyarakat sesuai dengan ruang lingkup        tanggung jawabnya denagn mempengaruhi keadilan dan kesetaraan gender dengan tujuan                antara lain: a). meningkatkan kesadaran hak dan kewajiban masyarakat dalam kehidupan               bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. b). meningkatkan partisipasi politik dan inisiatif            masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dan c). meningkatkan       kemandirian, kedewasaan, dan membangun karakter bangsa dalam rangka memelihara         persatuan dan kesatuan bangsa.
2.   Pendidikan politik sebagaimana yang dimaksudkan ayat (1) dilaksanakan untuk membangun etika     dan budaya politik sesuai dengan Pancasila.
               
      Partai politik juga memiliki fungsi sosialisasi politik, yaitu proses penyampaian nilai-nilai dan norma-norma kepada generasi muda dan anak-anak untuk mengenal kehidupan politik.
      Dengan demikian, budaya politik yang berkembang pada suatu masyarakat hakikatnya merupakan produk dari sosialisasi politik yang secara kontinu yang berlangsung dalam waktu yang cukup lama.
      Melalui sosialisasi politik, masyarakat dapat belajar tentang politik, sehingga mampu dapat menentukan sikap terhadap lembaga-lembaga tertentu dan bahkan dimanifestasikannya dalam bentuk perilaku politik.
      Orientasi evaluatif merupakan campuran antara orientasi kognitif dan afektif di dalam bentuk keputusan atau tindakan.



D. Tipe Budaya Politik


                Menurut Almond dan Verba, budaya politik memiliki tipe-tipe tersendiri. keduanya menyimpulkan bahwa terdapat tiga budaya politik yang dominan di tengah individu.

Tipe-tipe budaya politik menurut Almond dalam Kantaprawira (1980: 34 ) mengklasifikasikan sebagai berikut:
1.       Budaya politik parokial, yaitu tingkat partisipasi politiknya sangat rendah, yang disebabkan faktor kognitif ( misalnya tingkat pendidikan relatif rendah).
2.       Budaya politik Kaula, yaitu masyarakat yang bersangkutan sudah relatif maju ( baik sosial maupun ekonominya, tetapi masih bersiafat pasif.
3.       Budaya politik partisipan, yaitu budaya politik yang ditandai dengan kesadaran politik yang sangat tinggi

Tabel 2.1 Klasifikasi Budaya Politik

No.
Budaya Politik
Uraian
1.
Parokial (parocialpolitical culture)
Ø  Terbatas pada wialayah atau lingkup kecil, sempit, misalnya bersiafat provinsi.
Ø  Terbatasnya diferensiasi tidak terdapat peranan politik bersifat khas dan berdiri sendiri.
Ø  Frekuensi orientasi terhadap sistem sebagai objek umum, objek-objek input (intensitas pengetahuan dan perbuatan tentang proses penyaluran segala tuntutan yang diajukan atau diorganisasi oleh masyarakat, termasuk prakarsa menerjemahkan atau versi tuntutan-tuntutan tersebut, sehingga menjadi kebijakan yang otoritatif sifatnya).
Ø  Kaum parokial tidak megharapkan apapun dari sistem politik
Ø  Parokialisme murni berlangsung dalam sistem tradisional yang lebih sederhana di mana spesialisasi politik berada pada jenjang yang sangat minim.
Ø  Parokialisme dalam sistem politik yang diferensiatif lebih bersifat afektif dan normatif daripada kognitif.
Ø  Yang menonjol dalam budaya politik parokial adalah adanya kesadaran anggota masyarakat akan adanya pusat kewenangan/kekuasaan politik dalam masrakatnya.
2.
Subjek/Kaula (subject political culture).
Ø  Terdapat diferensiasi dan ferkuensi orientasi politik yang tinggi terhadap sistem politik misalnya mengenai output dari sistem itu, tetapi frekuensi orientasi terhadap objek-objek input secara khusus, dan terhadap pribadi sebagai partisipan yang aktif (sebagai aktor politik) mendekati nol.
Ø  Orientasi mereka yang nyata terhadap objek politik dapat terlihat dari pernyataannya, baik berupa kebanggaan, ungkapan sikap mendukung maupun sikap bermusuhan terhadap sistem, terutama terhadap aspek outputnya.
Ø  Posisinya sebagai Kaula, pada umumnya dapat dikatakan positif pasif.
Ø  Para subjek menyadari akan otoritas pemerintah.
Ø  Hubungannya terhadap sistem politik secara umum, dan terhadap output. administratif secara esensial merupakan hubungan yang pasif.
Ø  Sering wujud di dalam masyarakat di mana tidak terdapat struktur input yang terdiferensiasikan.
Ø  Orientasi subjek lebih bersifat afektif dan normatif daripada kognitif.
3.
Partisipan (participant political culture)
Ø  Ditandai bahwa seseorang menganggap dirinya ataupun orang lain sebagai anggota aktif dalam kehidupan politik.
Ø  Seseorang tidak begitu saja menyerah, tunduk, disiplin mati terhadap keadaan, karena ia merupakan salah satu mata rantai aktif proses politik.




3.    Struktur Politik dan Fungsi Politik

A. Pengantar


                Sistem politik melaksanakan berbagai aktivitas yang ditujukan untuk meraih tujuan-tujuan bersama yang telah dirumuskan tersebut. Misalnya, melaksanakan perang atau mendorong perdamaian dan sebagainya.   
                Untuk melaksanakan aktivitas yang kompleks, maka sistem politik memerlukan struktur-struktur yang akan bekerja dalam sistem politik seperti parlemen, birokrasi, badan peradilan, dan partai politik melaksanakan fungsi-fungsi tertentu. Menurut Almond pelaksaan fungsi-fungsi inilah yang pada akhirnya membuat sistem politik dapat bekerja, dalam arti mampu merumuskan dan melaksanakan kebijakan-kebijakannya.

B. Pendekatan dalam Analisis Sistem Politik: Pendekatam Struktural-     Fungsional


                Pendekatan struktural-fungsional Gabriel A. almond, yaitu:
1.       kekuasaan yang ditunjukkan kepada negara identik dengan infrastruktur politik, dan
2.       kekuasaan yang ada di dalam negara sama dengan supra struktur politik

                Sejalan dengan hal ini, Robert Dahl dalam Sri Sumantri(1976:4), bahwa sistem politik adalah suatu sistem hubungan antara manusia yang dilembagakan dalam bermacam-macam badan politik, baik supra strutur maupun infra struktur.
                Supra struktur politik merupakan bangunan atau tata hubungan kekuasaan yang dipandang sebagai pembagian kekuasaan secara horizontal-fungsional yang ada dalam negara yang bersangkutan, yaitu merupakan mesin politik resmi, atau mesin politik formal, yaitu bidang kekuasaan negara atau pemerintahan yang terdiri dari kekuasaan legistlatif, eksekutif, dan yudikatif.
                Infra struktur politik adalah struktur politik masyarakat, yang merupakan struktur, atau bagunan, pranata yang tampak jelas, atau tidak terlihat wujudnya, namun keberadannya dapat dirasakan karena adanya fungsi-fungsi yang mengalir. atau infra struktur politik merupakan mesin politik tidak resmi, atau mesin politik informal (masyarakat), yaitu bidang kekuasaan di luar  pemerintah yang terdiri dari kekuasaan kelompok kepentingan (interest group), kelompok penekan (pressure group), dan partai politik serta media massa dan tokoh politik.
               

C. Pengertian Struktur dan Struktur Politik

               
                Menurut Kantaprawira (1983: 44), struktur adalah “pelembagaan hubungan organisasi antara komponen-komponen yang membentuk bangunan itu.”
                Selanjutnya Kantaprawira menjelaskan bahwa struktur politik sebagai salah satu species struktur pada umumnya, selalu berkenaan pada alokasi nilai-nilai yang bersifat otoritatif, yaitu yang dipengaruhi oleh distribusi serta penggunaan kekuasaan.
                Dalam konteks ini, kekuasaan (power) menurut Russel dalam Affandi yang (1977: 80) merupakan substansi pokok dalam ilmu politik, seperti yang dikemukakannya:
(Konsep mendasar dalam ilmu sosial adalah kekuasaan, seperti halnya energi dalam konsep ilmu alam, tanpa energi takkan ada sesuatu yang terjadi).          
Pemahaman diatas menunjuk pada kekuasaan.

D.     Hubungan Kekuasaan (Power) dengan  Pengertian Konsep      Pengaruh (Influence),          Kekuatan (Force), dan kewibawaan       (Authority)

               
                Pengaruh (Influence) adalah merupakan kekuasaan psikologis yang menunjukkan adanya kesan dari pribadi seseorang atas orang lain.
                Pengaruh ini dapat didasarkan atas berbagai faktor objektif atau faktor-faktor subjektif seperti erotis, kepandaian atau kemahiran artistik.
Kekuatan (force) adalah gejala sosial sebagai kekuasaan fisik, sebagai kekuasaan yang disertai dengan kekerasan atau daya paksa fisik atau ancaman-ancaman fisik lainnya.
Memang force itu adalah salah satu aspek kekuasaan dari segala bentuknya, walaupun force itu tidak perlu senantiasa dilaksanakan secara aktual, melainkan mungkin juga ada secara potensial saja.
Kalau dihubungkan dengan negara (kekuasaan politik) berarti negara berwenang menggunakan kekuatan untuk melaksanakn kekuasaannya. Negara adalah pemegang monopoli yang dari pemakaian kekuatan fisik yang didasarkan atas legitimasi.
Dengan demikian, hubungan kekuasaan dengan kekuatan hanyalah bersifat hubungan supplementer, yakni bahwa kekuasaan melengkapi kekuatan. Tapi ini juga tidak berarti  seakan-akan kekuasaan identik dengan  kekuatan. Karena kekuasaan tidak akan bertahan lama, apabila hanya didasarkan atas kekuatan berlaka.
Kewibawaan (Authority), merupakan gejala sosial diakibatkan oleh hidup bermasyarakat. Dalam pembahasan disini kenyataan gejala kewibawaan hanya dibatasi sebagai konseo politik. Kewibawaan senantiasa mencakup unsur penerimaan, dari pihak yang menjadi objek kewibawaan itu. Penerimaan atau persetujuan itu diperlukan demi stabilitas dan kelestarian kekuasaan itu sendiri.
Menurut Soltau Authority (otoritas) adalah hak untuk mengarahkan dan memerintah, hak untuk didengar dan diturut, kekuasaan adalah kekuatan yang memungkinkan orang untuk memaksa orang lain tunduk kepadanya).
                Berdasarkan uraian di atas, jelas tampak adanya hubungan antara kekuasaan (power) dan kekuatan fisik (force), seperti negara sebagai organisasi  tertinggi yang telah memiliki monopoli kekuasaan, yang berhak atau memiliki wewenang (Authority) untuk menjalankan paksaan fisik secara legal.

E.        Supra Struktur Politik (Dalam Teori Pembagian Kekuasaan)

               
                Secara teoritis, Pembagian fungsi negara didasarkan pada asumsi, bahwa adanya pemusatan kekuasaan pada satu tangan.
                Dalam konteks ini, istilah pembagian kekuasaan terdiri dari “pembagian” dan “kekuasaan”. Menurut KBBI pembagian memliki pengertian proses menceraikan menjadi beberapa bagian atau memecahkan (sesuatu) lalu memberikannya kepada pihak lain.
                Ide pembagian kekuasaan tersebut bersumberkan: pertama, pada pendapat John locke, dalam bukunya yang berjudul Treaties of Goverment  tahun 1690 mengusulkan agar kekuasaan di dalam negara itu dibagi dalam  organ-organ negara yang mempunyai fungsi yang berbeda-beda. Pembedaan pemegang kekuasaan-kekuasaan ke dalam tiga macam kekuasaan yaitu:
1.       Kekuasaan Legistlatif (membuat undang-undang)
2.       Kekuasaan Eksekutif (melaksanakan undang-undang)
3.       Kekuasaan Federatif (melakukan hubungan diplomatik dengan negara-negara lain).

                Kedua, bersumberkan pada pendapat Montesquieu, ia sesorang pemikir berkebangsaan prancis mengemukakan teorinya yang disebut Trias politica. Menurut Montesquieu, untuk tegaknya negara demokrasi perlu diadakan pemisahan kekuasaan negara ke dalam tiga organ, yaitu:
1.       Kekuasaan Legislatif (membuat undang-undang)
2.       Kekuasaan Eksekutif (melaksanakan undang-undang).
3.       Kekuasaan Yudikatif (mengadili bila terjadi pelanggaran atas undang-undang).

                Dalam teori pembagian kekuasaan menurut “john locke” atau montesquieu” yang telah dikemukakan diatas, ternyata ada dua aspek penafsiran, yaitu pertama disebut “separation of power” dan yang kedua “distribution of power” konsep Separation of Power diartikan sebagai pemisahan secara tegas fungsi legistlatif, eksekutif, dan yudikatif.
                Oleh karena lembaga politik tersebut menjalankan fungsinya masing-masing maka tidak terjadi overlapping dalam menjalankan fungsinya. Ketiga lembaga memiliki kekuasaan yang sama kuat dan tidak ada celah untuk saling mencampuri, sehingga akan terjadi keseimbangan dalam kekuasaan atau disebut “Balance of Power”.
                Dengan terpisahnya tiga kewenangan di tiga lembaga yang berbeda tersebut, diharapkan jalannya pemerintahan negara tidak timpang, terhindar dari korupsi pemerintahan oleh satu lembaga, dan akan memunculkan mekanisme check and balances (saling koreksi, saling mengimbangi).

4.    Proses Sistem Politik Indonesia

A. Pengantar


                Keberhasilan sistem politik dalam menghadapi tantangan tergantung pada kapabilitas (kemampuan) sistemnya. Easton maupun Almond (1967): maka dalam sistem politik menunjukkan  adanya unsur fungsi integrasi dan adaptasi terhadap masyarakat ke dalam maupun keluar.

B. Kapabilitas Sistem Politik


                Menurut Gabriel Almond (dalam Cantori 1974, lihat pula dalam chilcote, 1981), konsep kapabilitas sistem politik merupakan Penggunaan Konsep kapabilitas akan berguna jika  kita hendak melihat bagaimana kinerja sebuah sistem politik, termasuk bagaimana perubahan-perubahan dalam kinerja mereka.
                ada enam kategori kapabilitas sistem politik yang didasarkan pada klasifikasi input dan output sistem politik, yang menjadi penilaian prestasi sebuah sistem politik sebagai berikut:

1.      Kapabilitas Ekstraktif
                Kapabilitas Ekstraktif yaitu ukuran kinerja sistem politik dalam mengumpulkan sumber daya alam (SDA) dan sumber daya manusia (SDM) dari lingkungan domestik maupun internasional. Kemampuan SDA biasanya masih bersifat potensial  sampai kemudian digunakan secara maksimal oleh pemerintah.
2.      Kapabilitas Distributif
                Kapabilitas Distributif adalah ukuran kinerja sistem politik yang ada kaitannya dengan kemampuan dalam mengolah SDA sedemikian rupa yang dimiliki masyarakat dan negara dan hasilnya menjadi pemasukan bagi anggaran pemerintah pusat maupun daerah, dan penggunaannya didistribusikan secara merata kepada masyarakat yang disesuaikan dengan  rupa-rupa kebutuhan masyarakat.

3.      Kapabilitas Regulatif
            Kapabilitas Regulatif (pengaturan), adalah suatu ukuran kinerja sistem politik dalam menyelenggarakan pengawasan tingkah laku individu dan kelompok yang berada didalamnya, maka dibutuhkan adanya pengaturan. Misalnya, bagaimana sistem politik  melalui Undang-Undang Dasar, memiliki daya jangkau pengaturan yang mampu memberikan pengaruh kepada kehidupan individual maupun kolektif.
4.      Kapabilitas Simbolik
            Kapabilitas Simbolik adalah ukuran kinerja sistem politik dalam kemampuan mengalirkan simbol dari sistem politik kepada lingkungan intra-masyrakat maupun ekstra masyarakat. Kapabilitas simbolik dapat dibedakan dengan output simbolik, Output simbolik misalnya pameran kekuatan dan upacara militer, kunjungan pejabat tinggi.
5.      Kapabilitas Responsif
            Kapabilitas Responsif adalah ukuran kinerja  sistem politik yang merujuk seberapa besar daya tanggap sistem politik terhadap setiap tekanan yang berupa tuntutan baik dari lingkungan intra-masyarakat (domestik) maupun ekstra masyarakat (internasional). Karena itu, di dalam suatu sistem politik, bahwa kapabilitas responsif ditentukan oleh hubungan antar input dan output.
6.      Kapabilitas Dalam Negeri dan Luar Negeri
            Kapabilitas Dalam Negeri dan Luar Negeri adalah ukuran kinerja  sistem politik yang merujuk bahwa sejauh mana kapabilitas suatu sistem politik dapat berinteraksi dengan lingkungan domestik dan lingkungan internasional. Sebuah negara tidak dapat sendirian hidup dalam dunia mengglobal, sehingga kapabilitas domestik dari sistem politik sedikit banyak akan dipengaruhi oleh kapabilitas internasionalnya.


                           



                

2 komentar:

  1. terima kasih atas artikelnya semoga dapat menambah pengetahuan serta wawasan

    BalasHapus