Paham
Integralistik Indonesia
1). Pengertian
Dalam pengertian ini paham integralistik memberikan suatu prinsip bahwa negara adalah suatu
kesatuan integral dari unsur-unsur yang menyusunnya, negara mengatasi semua
golongan bagian-bagian yang membentuk negara, negara tidak memihak pada suatu
golongan betapapun golongan tersebut sebagai golongan besar
Paham integralistik dalam kehidupan bernegara mengasumsikan negara
kesatuan Republik Indonesia.
Paham
Negara Integralistik Menurut Supomo, Integralistik merupakan paham yang berakar
dari keanekaragaman budaya bangasa namun tetap mempersatukan satu kesatuan
integral yang disebut Negara Indonesia.
2). Paham Integralistik
Teori
integralistik berpendapat bahwa tujuan negara itu merupakan gabungan dan paham
individualisme dan sosialisme. Paham integralistik ingin menggabungkan kemauan
rakyat dengan penguasa (negara).
Soepomo, yang sudah diberi
gelar pahlawan, adalah pencetus konsepsi "negara integralistik", yang
serupa tapi tak sama dengan bentuk negara kesatuan Indonesia saat ini.
Konsepsi ini, dikemukakan Soepomo saat berpidato di
depan rapat BPUPKI, pada 31 Mei 1945. Dalam rapat yang membicarakan tentang
dasar-dasar Negara Indonesia Merdeka itu, Soepomo mengutarakan tiga persoalan
penting yang perlu disasar sebelum terwujudnya Negara Indonesia Merdeka.
Pertama, pilihan antara persatuan negara (eenheidsstaat), negara serikat
(bondstaat), atau persekutan negara (statenbond). Kedua, soal hubungan antara
negara dan agama. Ketiga, sekaligus yang terakhir, pilihan antara republik atau
monarki.
Pemikiran
Mr.Soepomo tentang konsep Negara integralistik (paham Negara kekeluargaan)
dikemukakan dalam sidang BPUPKI yang kedua, tepatnya pada tanggal 31 Mei 1945
di Gedung Chuo Sangi In di jalan Pejambon 6 Jakarta, menyatakan bahwa cita –
cita negara yang sesuai dengan Indonesia adalah negara integralistik.
Mr.Soepomo
dalam pidatonya selain memberikan rumusan tentang Pancasila juga memberikan
pemikiran tentang paham integralistik Indonesia. Hal ini tertuang di dalam
salah satu pidatonya yang berbunyi :
“………,bahwa jika kita hendak mendirikan
Negara Indonesia yang sesuai dengan keistimewaan sifat dan corak masyarakat
Indonesia, maka negara kita harus berdasar atas aliran pikiran (staatsidee)
negara yang integralistik, negara yang bersatu dengan seluruh rakyatnya, yang
mengatasi seluruh golongannya dalam lapangan apa pun.”
Negara integralistik menurut Mr. Soepomo lebih tepat daripada negara
individual liberalistis atau negara yang didasarkan pada kelas sebagaimana yang
diperlihatkan negara komunis. Menurutnya,integralistik berarti negara
tidak untuk menjamin negara individu, bukan pula untuk kepentingan golongan
tertentu tetapi menjamin kepentingan masyarakat seluruhnya sebagai satu
kesatuan yang integral. Didalamnya, segala golongan, segala bagian, semua
individu berhubungan erat satu sama lain yang didasarkan pada prinsip persatuan
antara pimpinan dan rakyat dan prinsip persatuan dalam negara seluruhnya.
Pendapat ini didukung oleh Ir. Soekarno dan anggota – anggota BPUPKI
Paham
integralistik yang terkandung dalam Pancasila meletakkan asas
kebersamaan hidup, mendambakan keselarasan
dalam hubungan antarindividu maupun
masyarakat. Dalam pengertian ini paham
negara integralistik tidak memihak kepada yang
kuat, tidak mengenal dominasi mayoritas
dan juga tidak mengenal tirani minoritas. Maka
di dalamnya terkandung nilai kebersamaan,
kekeluargaan, ke “binneka tunggal ika” an,
nilai religiusitas serta selaras.
Paham
Integralistik merupakan aliran pemikiran yang sesuai dengan watak bangsa
Indonesia yang bersifat kekeluargaan dan tolong-menolong.
Pentingnya Pengakuan Suatu Negara oleh
Negara Lain:
Tata hubungan intemasional menghendaki
status negara merdeka sebagai syarat yang harus dipenuhi. Pengakuan dan negara
lain juga merupakan modal bagi suatu negara untuk diakui sebagai negara yang
merdeka. Pengakuan negara terhadap negara lain dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu pengakuan secara de Facto dan de Jure.
Melalui
sidang BPUPKI tanggal 31 Mei 1945, Supomo mengusulkan paham Integralistik yang
menurutnya paham ini berakar pada keanekaragaman budaya bangsa namun hal itu
justru mempersatukan dalam suatu kesatuan integral yang disebut Negara
Indonesia.
Paham integralistik yang terkandung dalam
Pancasila meletakkan asas kebersamaan hidup, mendambakan keselarasan dalam
hubungan antar individu maupun masyarakat.
Dalam pengertian ini paham negara
integralistik tidak memihak kepada yang kuat, tidak mengenal dominasi mayoritas
dan juga tidak mengenal tirani minoritas. Maka di dalamnya terkandung nilai
kebersamaan, kekeluargaan, ke “binneka tunggal ika” an, nilai religiusitas
serta selaras.
Bila dirinci maka paham Negara
Integralistik memiliki pandangan sebagai berikut :
- Negara merupakan suatu susunan masyarakat yang
integral.
- Semua golongan bagian, bagian dan anggotanya
berhubungan erat satu dengan lainnya.
- Semua golongan, bagian dan anggotanya merupakan
persatuan masyarakat yang organis.
- Yang terpenting dalam kehidupan bersama adalah
perhimpunan bangsa seluruhnya.
- Negara tidak memihak kepada sesuatu golongan atau
perseorangan.
- Negara tidak menganggap kepentingan seseorang
sebagai pusat.
- Negara tidak hanya untuk menjamin kepentingan
seseorang atau golongan saja.
- Negara menjamin kepentingan masyarakat seluruhnya
sebagai suatu kesatuan integral.
- Negara menjamin keselamatan hidup bangsa
seluruhnya sebagai suatu kesatuan yang tak dapat dipisahkan.
Negara
Pancasila adalah Negara Kebangsaan yang Berketuhanan Yang Maha Esa
Sesuai dengan makna negara kebangsaan
Indonesia yang berdasarkan Pancasila adalah kesatuan integral dalam kehidupan
bangsa dan negara, maka memiliki sifat kebersamaan, kekeluargaan serta
religiusitas. Dalam pengertian inilah maka Negara Pancasila pada hakikatnya
adalah negara kebangsaan yang Berketuhanan Yang Maha Esa.
Rumusan Ketuhanan Yang Maha Esa
sebagaimana terdapat dalam Pembukaan UUD 1945, telah memberikan sifat yang khas
kepada Negara Kebangsaan Indonesia, yaitu bukan merupakan negara sekuler yang
memisahkan antara agama dengan negara demikian juga bukan merupakan negara
agama yaitu negara yang mendasarkan atas agama tertentu.
Negara
tidak memaksa dan tidak memaksakan agama karena agama adalah merupakan suatu
keyakinan bathin yang tercermin dalam hati sanubari dan tidak dapat dipaksakan.
Kebebasan beragama dan kebebasan agama adalah merupakan hak asasi manusia yang
paling mutlak, karena langsung bersumber pada martabat manusia yang
berkedudukan sebagai makhluk pribadi dan makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.
Oleh karena itu agama bukan pemberian negara atau golongan tetapi hak beragama
dan kebebasan beragama merupakan pilihan pribadi manusia dan tanggung jawab
pribadinya.
Hubungan negara dengan agama menurut
Negara Pancasila adalah sebagai berikut :
- Negara adalah berdasar atas Ketuhanan Yang Maha
Esa.
- Bangsa Indonesia adalah sebagai bangsa yang
Berketuhanan Yang Maha Esa.
- Tidak ada tempat bagi Atheisme dan Sekulerisme
karena hakikatnya manusia berkedudukan kodrat sebagai makhluk Tuhan.
- Tidak ada tempat pertentangan agama, golongan
agama, antar dan inter pemeluk agama serta antar pemeluk agama.
- Tidak ada tempat bagi pemaksaan agama karena
ketaqwaan itu bukan hasil paksaan bagi siapapun juga.
- Oleh karena itu harus memberikan toleransi
terhadap orang lain dalam menjalankan agama dan negara.
- Segala aspek dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan
negara harus sesuai dengan nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa terutama
norma-norma hukum positip maupun norma moral baik moral negara maupun
moral para penyelenggara negara.
- Negara pada hakikatnya adalah merupakan “ . . . .
.berkat Rahmat Allah Yang Maha Esa.
Menurut
paham Theokrasi hubungan negara dengan agama merupakan hubungan yang tidak
dapat dipisahkan karena negara menyatu dengan agama dan pemerintahan dijalankan
berdasarkan firman-firman Tuhan. Dengan demikian agama menguasai masyarakat
politis.. Dalam praktik kenegaraan, terdapat dua macam pengertian negara
Theokrasi yaitu Theokrasi Langsung dan Negara Theokrasi Tidak Langsung.
a. Theokrasi Langsung
Dalam
sistem negara theokrasi langsung kekuasaan adalah langsung merupakan otoritas
Tuhan. Adanya negara di dunia ini adalah atas kehendak Tuhan dan yang
memerintah adalah Tuhan. Dalam sejarah Perang Dunia II, rakyat Jepang rela mati
berperang demi Kaisarnya, karena menurut kepercayaannya Kaisar adalah sebagai
anak Tuhan. Negara Tibet dimana pernah terjadi perebutan kekuasaan antara
Pancen Lama dan Dalai Lama adalah sebagai penjelmaan otoritas Tuhan dalam
negara dunia.
b. Theokrasi Tidak Langsung
Negara
Theokrasi tidak langsung bukan Tuhan sendiri yang memerintah dalam negara,
melainkan kepala negara atau raja, yang memiliki otoritas atas nama Tuhan.
Kepala Negara atau Raja memerintah atas kehendak Tuhan, sehingga kekuasaan
dalam negara merupakan suatu karunia dari Tuhan.
Dari uraian tersebut jelaslah bahwa Negara
Pancasila adalah negara yang melindungi seluruh agama di seluruh wilayah tumpah
darah. Sebagaimana tersebut dalam Pasal 29 ayat (2) memberikan kebebasan kepada
seluruh warga negara untuk memeluk agama dan menjalankan ibadah sesuai dengan
keimanan dan ketakwaan masing-masing. Negara kebangsaan yang berketuhanan yang
Maha Esa adalah negara yang merupakan penjelmaan dari hakikat kodrat manusia
sebagai individu makhluk, sosial dan manusia adalah pribadi dan makhluk Tuhan
yang Maha Esa.
3). Negara Integralistik Soepomo: Kegagalan dan Tantangan
Masa Depan
Saat
ini, panggilan jaman jelas sudah berbeda. Globalisasi yang tak terelakkan,
serta perkembangan teknologi yang membuat dunia menjadi tanpa batas, harus
direspon dengan jawaban yang tepat pula. Negara integralistik/totaliter versi
Soepomo, tentunya, tidak lagi menjadi opsi. Sejarah telah mencatat bahwa negara
integralistik/totaliter--apapun ideologinya--hanya menjadi legitimasi
pelanggaran hak asasi manusia, serta menambah catatan panjang kekelaman sejarah
dunia.
Tetapi
visi Soepomo agar Indonesia menyesuaikan dengan kondisi nyata dan panggilan
jaman; menjadi satu dengan rakyatnya; dan tidak berpihak pada golongan
tertentu, akan selalu relevan hingga masa mendatang. Indonesia dengan ideologi
Pancasila, harus dinamis, menyesuaikan bentuknya dengan lingkungan sekitar,
tanpa harus meninggalkan bentuk aslinya. Parlementer, republik, apapun
bentuknya, hanyalah menjadi sarana untuk mewujudkan Indonesia yang adil,
makmur, dan sejahtera.
Negara
integralistik, menurut Soepomo, akan bersatu dengan seluruh rakyatnya dari
golongan apapun. Aliran ini menuntut kepala negara menjadi pemimpin yang
sejati, penunjuk jalan ke arah cita-cita luhur, dan diidam-idamkan oleh rakyat.
Tak berhenti sampai di sana, Soepomo menegaskan bahwa negara dengan konsepsi
integralistik/totaliter akan mengatasi segala golongan dan menghormati
keistimewaan semua golongan, baik besar maupun kecil.
Soepomo
sendiri, dalam pidatonya di BPUPKI, merujuk pada Jerman dan Jepang-dua negara
yang di era 1940an terkenal dengan fasisme-nya-sebagai bentuk paling tepat dari
negara integralistik. Soepomo menganggap, kedua negara itu menganut prinsip
persatuan antara pimpinan dan rakyat, yang menjadi elemen penting negara
integralistik/totaliter. Pada akhirnya, konsep inilah yang dianggap cocok
dengan aliran pikiran ketimuran, termasuk Indonesia.
Kekhawatiran
akan penyelewengan negara integralistik/totaliter seperti di Jerman dan Jepang,
sialnya, terwujud pada era Orde Baru. Idealisme Soepomo menjadi nyata dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara, ketika kepentingan berbagai golongan dilebur
dalam ideologi negara Pancasila. Patut disayangkan, idealisme ini justru
disalah gunakan untuk kepentingan penguasa dan melegitimasi tindakan represif
terhadap suara-suara yang kritis.
Visi
Soepomo untuk membuat negara menjadi satu dengan masyarakatnya, justru
diselewengkan menjadi state terorrism. Tak hanya itu, lembaga
permusyawaratan--sebuah lembaga yang juga direkomendasikan Soepomo--yang
diharapkan menjadi suara rakyat, malah sekedar menjadi tukang stempel untuk
kebijakan pemerintah. Akhirnya, Indonesia, selama 30 tahun, menjadi negara
fasis yang bertopengkan demokrasi.
Dari
titik ini dapat dilihat bahwa cita-cita Soepomo sesungguhnya lebih rasional
untuk dikonkritkan melalui negara yang, dalam bahasa Soepomo, menganut
demokrasi Barat. Konsepsi negara integralistik/totaliter malah rentan untuk
diselewengkan menjadi negara diktatorial yang tidak menghargai hak asasi
manusia, yang di dalamnya termasuk kebebasan berpendapat, berserikat, dan
beragama.
Meski
terkesan sebagai sumber dari fasisme di Indonesia, pemikiran Soepomo
sesungguhnya sangat visioner. Pandangannya atas konsep negara integralistik,
berangkat dari kondisi riil Indonesia, yang pada tahun 1940an masih rapuh dan
berusaha mencari bentuk. Pilihan negara integralistik/totaliter, pada akhirnya,
memang tepat untuk menjawab pernyataan Soepomo bahwa negara harus disesuaikan
dengan panggilan jaman pada saat pra-kemerdekaan.
Pada
masa pra-kemerdekaan, masyarakat Indonesia masih terpecah-pecah dalam berbagai
suku dan golongan. Kondisi ini juga diperparah dengan politik devide et impera
Belanda, yang terbukti ampuh untuk merontokkan perjuangan bangsa Indonesia. Tak
heran, pilihan negara yang kuat dan bisa menyatukan semua kepentingan adalah
opsi yang paling rasional.
Saat
ini, panggilan jaman jelas sudah berbeda. Globalisasi yang tak terelakkan,
serta perkembangan teknologi yang membuat dunia menjadi tanpa batas, harus
direspon dengan jawaban yang tepat pula. Negara integralistik versi Soepomo,
tentunya, tidak lagi menjadi opsi. Sejarah telah mencatat bahwa negara
integralistik--apapun ideologinya--hanya menjadi legitimasi pelanggaran hak
asasi manusia, serta menambah catatan panjang kekelaman sejarah dunia.
Tetapi
visi Soepomo agar Indonesia menyesuaikan dengan kondisi nyata dan panggilan
jaman; menjadi satu dengan rakyatnya; dan tidak berpihak pada golongan
tertentu, akan selalu relevan hingga masa mendatang. Indonesia dengan ideologi
Pancasila, harus dinamis, menyesuaikan bentuknya dengan lingkungan sekitar,
tanpa harus meninggalkan bentuk aslinya. Parlementer, republik, apapun
bentuknya, hanyalah menjadi sarana untuk mewujudkan Indonesia yang adil,
makmur, dan sejahtera.
4). Pemahaman
Integralistik Indonesia
·
Tidak sama dengan Paham Integralistik
ala Jerman
Paham
integralistik ala jerman menimbulkan disiplin mati (kadaver discipline) yang
menumbuhkan negara kekuasaan totaliter.
§
ciri
khas : du bist nicht deine volk ist
alles
§
artinya : bahwa kamu sebagai orang seseorang
tidak ada artinya, yang penting adalah bangsa.
·
Paham integralistik yang diungkapkan
oleh Supomo dikombinasi dengan pemikiran Bung Hatta menghasilkan Paham
INTEGRALISTIK ala INDONESIA.
§
ciri
khas : kepentingan masyarakat
diutamakan, namun harkat dan martabat manusia dihargai.
§
ciri
dan paham integralistik ini dapat dijumpai di kehidupan desa
·
Paham Integralistik dalam kehidupan
ketatanegaraan
§
Disebut
sebagai Negara kekeluargaan
§
Asas
Negara kekeluargaan merupakan isi dan filsafat dari pancasila
·
Asas kekeluargaan terdiri dari dua
perkataan
§
sesuatu
kebenaran yang menjadi pokok dasar atau tumpuan berpikir
§
kekeluargaan
·
Kekeluargaan
§
berasal
dari kata keluarga terdiri dari :
o
ayah,
ibu dan anak-anak terkadang ditambah kakek dan nenek serta keponakan.
o
susunan
keluarga terdiri dari beberapa sifat, watak dan kecenderungan yang berbeda,
tetapi dalam keluarga tetap satu.
·
Indonesia dipandang sebagai suatu Negara
besar atau NEGARA KEKELUARGAAN
§
Rakyat
Indonesia merasa dirinya sebagai satu keluarga
§
masing-masing
individu bertanggung jawab dalam keluarga besar yang bernama negara
o
Artinya
masing-masing mempunyai tanggung jawab bersama dalam keluarga besar bernama
negara
§
Asas
kekeluargaan merupakan isi dari filsafat dan pancasila
o
Artinya
bahwa negara kekeluargaan hanya terdapat dalam Negara Pancasila dan Negara yang
berdasarkan Neagara Pancasila selalu merupakan negara kekeluargaan.
·
Ciri-Ciri Tata Nilai Integralistik
§ Bagian atau golongan yang terlibat berhubungan
erat dan merupakan kesatuan organis.
§ Eksistensi setiap unsur hanya berarti
dalam hubungannya dengan keseluruhan.
§ Tidak terjadi situasi yang memihak
pada golongan yang kuat atau yang penting.
§ Tidak tejadi dominasi mayoritas atau
minoritas.
§ Tidak memberi tempat pada paham
individualisme, liberalisme dan totaliterisme
§ Yang diutamakan keselematan maupun
kesejahteraan, kebahagiaan keseluruhan (bangsa dan negara).
§ Mengutamakan memadu pendapat daripada
mencari menangnya sendiri.
§ Disemangati kerukunan, keutuhan,
persatuan, kebersamaan, setia kawan, gotong royong.
§ Saling tolong menolong, bantu membantu
dan kerja sama
§ Berdasarkan kasih sayang, pengorbanan,
kerelaan.
§ Menuju keseimbangan lahir batin, pria
dan wanita, individu maupun masyarakat serta lingkungan.
SEMOGA BERMANFAAT TEMAN ......