Sabtu, 20 Desember 2014

makalah kasus-kasus tata usaha negara

Keputusan Tata Usaha Negara tentang sengketa lahan

Keputusan Tata Usaha Negara adalah sebagai berikut :
1. Penetapan Tertulis
2. Dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara
3. Berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara
4. Bersifat konkrit
5. Bersifat individual
6. Bersifat final
7. Menimbulkan akibat hukum bagi orang atau badan hukum perdata
            Menimbang, bahwa setelah Majelis Hakim mencermati ke-empat objek gugatan, maka Majelis Hakim akan mempertimbangkan apakah ke-empat objek gugatan dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara atau tidak
            Menimbang, bahwa ke-empat objek gugatan tersebut merupakan surat pernyataan pelepasan segala hak dan kepentingan atas bidang tanah dengan ganti rugi antara Bambang Setyono yang bertindak untuk dan atas nama Yayasan Kesejahteraan Hari Tua Pupuk Kaltim sebagai Pihak Pertama dengan Agus Khoirul Anwar, A. Ptnh. yang bertindak untuk dan atas nama Pemerintah Kota Balikpapan sebagai Pihak Kedua, dengan ditandatangani oleh kedua belah pihak, saksi-saksi (Lurah Sepinggan dan Camat Balikpapan Selatan), dan Tergugat selaku pejabat yang mengesahkan pelepasan hak atas tanah berdasarkan halaman 23 dari 26 halaman, Putusan Nomor : 29/G/2012/PTUN.SMD pasal 30 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 1994
              Menimbang, bahwa oleh karena Tergugat di dalam ke-empat objek gugatan selaku Pejabat yang mengesahkan pelepasan hak atas tanah, maka Majelis Hakim berpendapat keempat objek gugatan tidak dikeluarkan oleh Tergugat selaku Badan/Pejabat Tata Usaha Negara atau bukan merupakan produk hukum Tergugat.
  Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis Hakim akan mempertimbangkan apakah ke-empat objek gugatan berisi tindakan hukum tata usaha negara atau tidak.
             Menimbang, bahwa Tindakan hukum Tata Usaha Negara tidaklah sama maknanya dengan tindakan Pejabat atau tindakan Badan Tata Usaha Negara, artinya tidak setiap tindakan Pejabat adalah tindakan hukum Tata Usaha Negara. Tindakan hukum Tata Usaha Negara termasuk dalam kelompok tindakan hukum publik, yang sifatnya sepihak.
              Menimbang, bahwa ke-empat objek gugatan tersebut ditandatangani oleh beberapa pihak (Bambang Setyono yang bertindak untuk dan atas nama Yayasan Kesejahteraan Hari Tua Pupuk Kaltim sebagai Pihak Pertama dengan Agus Khoirul Anwar, A. Ptnh. Yang bertindak untuk dan atas nama Pemerintah Kota Balikpapan sebagai Pihak Kedua, saksi-saksi yaitu Lurah Sepinggan dan Camat Balikpapan Selatan) dan Tergugat menandatangani ke-empat objek gugatan sebagai pihak yang mengesahkan, artinya untuk dapat berlakunya objek gugatan tersebut, tidak dapat digantungkan pada unsur kehendak sepihak dari Tergugat (Kepala Kantor Pertanahan Kantor Balikpapan), ke-empat objek gugatan tersebut juga tidak mengandung unsur pernyataan kehendak dari Tergugat, tetapi digantungkan dari pernyataan kehendak dari banyak pihak, artinya bahwa ke-empat objek gugatan tidak dapat berlaku tanpa ada kesepakatan dari pihak-pihak yang turut menandatanganinya, dan tugas dari Tergugat dalam hal ini hanyalah sebagai pejabat yang mengesahkan saja.
              Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan hukum di atas, oleh karena keempat objek gugatan bukan pernyataan kehendak dan bukan kehendak sepihak dari Tergugat, maka ke-empat objek gugatan tidak berisi tindakan hukum tata usaha negara.
              Menimbang, bahwa terhadap unsur-unsur yang terdapat dalam Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tersebut bersifat kumulatif, artinya bahwa suatu Keputusan Tata Usaha Negara harus memenuhi seluruh unsur-unsur tersebut tanpa terkecuali, tidak terpenuhinya salah satu unsur, maka keputusan tersebut bukanlah Keputusan Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud pada Pasal 1 angka 9 Undang- Undang Nomor 51 Tahun 2009 yang dapat dijadikan objek gugatan di Peradilan Tata Usaha Negara.
              Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, Majelis Hakim berkesimpulan bahwa ke-empat objek gugatan tersebut tidak termasuk dalam pengertian Keputusan Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 karena tidak memenuhi unsur yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, dan unsur yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara
               Menimbang, bahwa oleh karena ke-empat objek gugatan tersebut tidak termasuk dalam pengertian Keputusan Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 1 angka 9, maka sengketa ini tidak termasuk sengketa tata usaha negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009, sehingga Pengadilan Tata Usaha Negara tidak berwenang untuk memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa ini.
              Menimbang, bahwa karena Pengadilan Tata Usaha Negara tidak berwenang untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa ini, maka eksepsi Tergugat tentang kewenangan absolut pengadilan harus dikabulkan, dan terhadap eksepsi selanjutnya tidak perlu dipertimbangkan lagi.

DALAM POKOK SENGKETA :
              Menimbang, bahwa oleh karena eksepsi Tergugat tentang kewenangan absolut pengadilan dikabulkan, maka pokok sengketanya tidak perlu lagi dipertimbangkan, sehingga beralasan hukum bagi Majelis Hakim untuk menyatakan gugatan Penggugat tidak diterima.
              Menimbang, bahwa oleh karena gugatan Penggugat tidak diterima, maka sesuai dengan ketentuan Pasal 110 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986, Penggugat harus dihukum untuk membayar biaya perkara yang jumlahnya akan ditentukan dalam amar putusan ini.
              Mengingat, ketentuan Pasal 77 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara dan Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara serta ketentuan-ketentuan lain yang berkaitan dengan sengketa ini.
MENGADILI
DALAM EKSEPSI :
Mengabulkan eksepsi Tergugat tentang kewenangan absolut pengadilan.
DALAM POKOK SENGKETA :
1.      Menyatakan gugatan Penggugat tidak diterima.
2.      Menghukum Penggugat untuk membayar biaya perkara sejumlah Rp. 336.000,00 (tiga ratus tiga puluh enam ribu rupiah).
Demikian diputuskan dalam Rapat Permusyawaratan Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Samarinda pada hari Selasa, tanggal 12 Februari 2013

 DALAM HUKUM PENGADILAN TATA USAHA NEGARA  YANG BERKAITAN DENGAN SENGKETA KEPUTUSAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA ADALAH:
a.      Dasar Hukum
             Undang-undang Nomor 5 tahun 1986, tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
             Undang-undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 5                     Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
         Undang-undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara
b.      Sumber Hukum
               Pasal 55 UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara
   Undang-undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
               Undang-undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara
   Pasal 1 Angka 12 UU No. 51 Tahun 2009
   Pasal 1 Angka 9 UU No. 51 Tahun 2009
   Undang-undang No. 5 Tahun 1960 Jo. PP No. 10 Tahun 1961
   Pasal 3 huruf a dan huruf c Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah
   PP No. 24 Tahun 1997 Jo PMNA/Ka.BPN No. 3 Tahun 1997
   Pasal 2a UU No. 9 Tahun 2004
   Pasal 37 PERMENAG/PERMENAG/Ka.BPN No. 1 Tahun 1994
   Pasal 110 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986
   Pasal 77 Ayat 1 Undang-undang Nomor 51 Tahun 2009


c.         Ruang Lingkup
Ruang Lingkup Pokok Sengketa terletak dalam lapangan hukum perdata, maka yang berwenang memutuskan perkara masalah adalah hakim biasa. Bilamana Pokok Sengketa dalam lapangan hukum publik, maka hanyalah Hakim Administrasi yang berkompeten untuk memeriksa dan memutus perkara ini. Suatu Perkara adalah ditetapkan oleh tolak ukur atau Pokok dalam Sengketa. Apabila hal yang dilanggar terletak dibidang hukum perdata, yaitu terdapatnya hak perdata yang  tertindis atau pemilik hak yang dirugikan maka Pengadilan Umum (bagian perdata) yang berwenang memeriksa dan memutus perkara. Bilamana itu terletak di bidang hukum publik maka yang berkompeten memeriksa dan memutus perkara adalah Pengadilan Administrasi.
Jadi dalam masalah ini ruang lingkup pokok sengektanya adalah Hukum Perdata karena didalam masalah ini tergugat tidak berkehendak sepihak dan unsur-unsur yang terdapat dalam Pasal 1 Angka 9 Undang-undang Nomor 51 Tahun 2009 tersebut bersifat kumulatif, artinya bahwa suatu Keputusan Tata Usaha Negara harus memenuhi seluruh unsur-unsur tersebut tanpa terkecuali, tidak terpenuhinya salah satu unsur, maka keputusan tersebut bukanlah Keputusan Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud pada Pasal 1 angka 9 Undang-undang Nomor 52 Tahun  2009 yang dapat dijadikan objek gugatan di Peradilan Tata Usaha Negara.












C.    Obyek Sengketa Tata Usaha Negara
Bahwa yang digugat oleh Penggugat adalah:
1.      Pengesahan Kepala Kantor Pertanahan Kota Balikpapan, berupa surat Pengesahan Pelepasan Hak atas tanah sebagai berikut :
  Surat Pernyataan Pelepasan Hak Atas Tanah No.011/SPPH-INS/BPN-44.2/VI-2007 tanggal 19 Juni 2007
  Surat Pernyataan Pelepasan Hak Atas Tanah No.012/SPPH-INS/BPN-44.2/VI-2007 tanggal 19 Juni 2007
  Surat Pernyataan Pelepasan Hak Atas Tanah No.013/SPPH-INS/BPN-44.2/VI-2007 tanggal 19 Juni 2007
  Surat Pernyataan Pelepasan Hak Atas Tanah No.014/SPPH-INS/BPN-44.2/VI-2007 tanggal 19 Juni 2007
2.      Dasar Gugatan Penggugat

 I.         Bahwa keputusan (beschikking) Tergugat telah memenuhi syarat sebagai suatu Keputusan Tata Usaha Negara sebagaimana telah diatur dalam Pasal 1 angka 12 halaman 4 dari 26 halaman, Putusan Nomor : 29/G/2012/PTUN.SMD UU No.51 Tahun 2009 yaitu :
Keputusan Tergugat yang mengesahkan surat pelepasan hak atas tanah adalah merupakan penetapan tertulis dimana Tergugat dalam kapasitasnya sebagai badan atau pejabat Tata Usaha Negara, sehingga dengan demikian Tergugat merupakan badan atau pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan keputusan berdasarkan wewenang yang ada padanya atau yang dilimpahkan kepadanya yang digugat oleh orang/badan hukum perdata
 II.       Bahwa oleh karena keputusan Tergugat yang mengesahkan surat pelepasan hak atas tanah telah disahkan oleh badan atau pejabat yang melaksanakan urusan pemerintahan yang berlaku sehingga telah memenuhi ketentuan Pasal 1 angka 9 UU No. 51 Tahun 2009 yaitu “Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara yang berdasarkan Perundang-Undangan yang berlaku yang bersifat konkret, individual dan final yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata”
III.       Bahwa oleh karena keputusan Tergugat merupakan keputusan Tata Usaha Negara sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 9 UU No. 51 Tahun 2009 yang bersifat konkret, individual dan final, dimana keputusan Tergugat adalah merupakan Penetapan Tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang meliputi unsur-unsur sebagai berikut :
a.         Berupa penetapan tertulis (bukan lisan) makna “penetapan tertulis” disini bukan semata-mata harus berupa penetapan formal yang memuat konsideran dan diktum, melainkan dapat pula berupa : NOTA DINAS, SURAT PERINTAH, MEMO dsb. asal memuat secara jelas “dari siapa”, “untuk siapa” dan mengenai hal apa.
b.      Dikeluarkan oleh badan atau pejabat TUN.
c.        Berisi tindakan hukum TUN.
d.       Konkrit, artinya berwujud bukan abstrak.
e.       Final artinya keputusan TUN itu sudah definitif, langsung dapat dilaksanakan dan dapat menimbulkan akibat hukum, bukan keputusan yang masih menunggu persetujuan dari instansi/pejabat atasan atau pihak lain.
f.       Menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata, disini akibat hukum yang timbul tersebut dapat terjadi baik terhadap orang/pejabat hukum perdata yang tercantum maupun bagi orang lain atau pihak ketiga yang merasa kepentingannya dirugikan akibat keputusan tersebut.

3.      Alasan-alasan diajukan gugatan ini adalah sebagai berikut:
1.      Bahwa berdasarkan bukti hak kepemilikan Penggugat adalah sebagai pemilik sah atas tanah setempat dikenal di Jalan Syarifudin Yoes, Kelurahan Damai, Kecamatan Balikpapan Selatan adalah berdasarkan segel induk No. 332/1939, tertanggal 17 Agustus 1939, yang selanjutnya Penggugat ajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Balikpapan dengan Putusan Pengadilan Negeri Balikpapan No.30/Pdt.G/2009/PN.Bpp tertanggal 01 April 2009, seluas 4 ha (40.000 M²). Sesuai penetapan eksekusi No. E.01.2012-30/Pdt.G/2009/PN.Bpp tertanggal 22 Desember 2011 Jo. Putusan Pengadilan Negeri Balikpapan No.38/Pdt.G/2012/PN.Bpp tertanggal 24 Juli 2012, seluas 20,7 ha. yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, bahwa Penggugat mengajukan gugatan terhadap Tergugat karena telah menguasai dan menggarap tanah tersebut sejak tahun1960 dari orang tuanya hingga diajukannya gugatan tersebut.
2.      Bahwa sebagai layaknya warga negara yang lain, Penggugat berkehendak atau bermaksud untuk mengurus hak-hak kepemilikan atas tanah miliknya guna dapat diterbitkan sertipikat hak milik dengan melalui prosedur dan syarat-syarat yang ditentukan untuk pensertipikatan atas tanah milik Penggugat seluas kurang lebih 5,4ha, sebagaimana poin 1 diatas.
3.      Bahwa sebelum Penggugat berkehendak atau bermaksud mengurus hak-hak tersebut, terlebih dahulu Penggugat mengadakan pengecekan ke lokasi obyek di jalan Syarifudin Yoes, Kelurahan Damai, Kecamatan Balikpapan Selatan, Kota Balikpapan dan bertemu dengan penjaga dan yang telah menguasai tanah tersebut sejak tahun 1960 dari orang tuanya dan kenyataannya tanah tersebut memang dalam keadaan kosong dan sudah Penggugat lakukan sebagian pemagaran dilokasi obyek tersebut.
4.      Bahwa selanjutnya penggugat melakukan pengajuan pengurusan surat pensertipikatan kepada Tergugat dan telah dilakukan pengukuran ke lokasi obyek sesuai prosedur yang ada serta terbit surat ukur dan telah memenuhi syarat serta siap untuk jadi sertipikat hak milik.
5.      Bahwa tanpa sepengetahuan Penggugat ternyata obyek sengketa yang terletak di jalan Syarifudin Yoes, Kelurahan Damai, Kecamatan Balikpapan Selatan tersebut telah ada sertipikat diatas surat kepemilikan Penggugat dan sertipikat tersebut telah dikembalikan pada negara untuk dimatikan berdasarkan surat pengesahan pelepasan hak atas tanah oleh Kepala Kantor Pertanahan Kota Balikpapan dan hingga diajukannya gugatan ini sertipikat tersebut belum ada yang mengajukan kembali kecuali Penggugat, namun Tergugat hingga saat ini belum menanda tangani sertipikat yang sudah memenuhi prosedur milik Penggugat dengan alasan bahwa tanah tersebut telah dilakukan Surat Pengesahan Pelepasan Hak Atas Tanah kepada Negara, hal ini jelas bertentangan dengan Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 Jo. PP No. 10 Tahun 1961 yang menyimpulkan bahwa “kesesuaian antara aspek phisik dan aspek yuridis sebagai syarat mutlak terhadap pendaftaran tanah, lebih ditegaskan lagi dengan Keppres : 32 Tahun 1979 tentang pendaftaran hak, bahwa atas pendaftaran tanah harus didasari surat dasar dari bekas pemilik asal yang sah sehingga merupakan alas hak utama yang sah menurut hukum untuk terbitnya sertifikat hak atas tanah tersebut.
6.      Bahwa dengan demikian Kepala Kantor Pertanahan Kota Balikpapan dalam mengesahkan surat pernyataan pelepasan hak atas tanah kepada negara telah melalui dan melakukan prosedur yang salah, maka pengesahan tersebut adalah cacat hukum, sehingga tidak sah, tidak berkekuatan hukum maka harus dicabut/dibatalkan.
7.      Bahwa atas dasar hal tersebut diatas, sangatlah beralasan apabila kemudian Penggugat mengajukan gugatan untuk membatalkan atau menyatakan ketidaksahan atas :
§  Surat Pernyataan Pelepasan Hak Atas Tanah No. 011/SPPH-INS/BPN-44.2/VI-2007 tanggal 19 Juni 2007.
§  Surat Pernyataan Pelepasan Hak Atas Tanah No. 012/SPPH-INS/BPN-44.2/VI-2007 tanggal 19 Juni 2007.
§  Surat Pernyataan Pelepasan Hak Atas Tanah No. 013/SPPH-INS/BPN-44.2/VI-2007 tanggal 19 Juni 2007.
§  Surat Pernyataan Pelepasan Hak Atas Tanah No. 014/SPPH-INS/BPN-44.2/VI-2007 tanggal 19 Juni 2007.
8.      Bahwa Tergugat telah bertindak sewenang-wenang dan tindakannya tersebut telah mengesahkan pelepasan hak atas tanah berupa :
§  Surat Pernyataan Pelepasan Hak Atas Tanah No. 011/SPPH-INS/BPN-44.2/VI-2007 tanggal 19 Juni 2007.
§  Surat Pernyataan Pelepasan Hak Atas Tanah No. 012/SPPH-INS/BPN-44.2/VI-2007 tanggal 19 Juni 2007.
§  Surat Pernyataan Pelepasan Hak Atas Tanah No. 013/SPPH-INS/BPN-44.2/VI-2007 tanggal 19 Juni 2007.
§  Surat Pernyataan Pelepasan Hak Atas Tanah No. 014/SPPH-INS/BPN-44.2/VI-2007 tanggal 19 Juni 2007.
Adalah merupakan tindakan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, karena tidak melaksnakan proses penerbitan sertipikat hak milik atas nama Penggugat yang telah memenuhi syarat dan prosedur yang ada, sebagaimana halaman 8 dari 26 halaman, Putusan Nomor : 29/G/2012/PTUN.SMD dimaksud dalam Pasal 3 huruf a dan huruf c Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah yaitu:
a)      Pasal 3 huruf a : Pendaftaran tanah bertujuan untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atau suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan.
b)      Pasal 3 huruf c : Pendaftaran tanah bertujuan untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.
9.      Bahwa sebagaimana telah diuraikan diatas, Penggugat pada tanggal 14 Maret 2012 telah mengajukan permohonan prosedur pensertipikatan tanah dengan tanda bukti penyetoran lunas untuk pelayanan pengukuran dan pemetaan bidang tanah milik Penggugat pada Kepala kantor Pertanahan Kota Balikpapan dengan luas 40.000 (empat puluh ribu meter persegi) atau 4 ha. (empat hektar) dan surat-surat tersebut telah siap sesuai prosedur dan persyaratan untuk jadi sertipikat hak milik.
10.  Bahwa dengan diproses dan diterimanya permohonan hak atas tanah yang telah menjadi hak milik Penggugat namun kenyataannya Tergugat tidak melakukan proses penanda tanganan sertipikat, jelas-jelas hal ini merupakan tindakan kesewenangwenangan yang sangat merugikan kepentingan dari pada pihak Penggugat dan juga menyalahai asas-asas kepatutan, pemerintahan yang baik, bersih, cermat, jujur dan berwibawa yang dilakukan oleh pihak Tergugat yaitu dengan melanggar ketentuan Pasal 3 huruf a dan c Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah, bahwa demikian pula Pengesahan Pelepasan Atas tanah yang disahkan oleh Kepala Kantor Pertanahan Kota Balikpapan adalah bertentangan dengan Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik khususnya Asas Kepastian Hukum, Asas Profesionalitas serta Asas tertib Penyelenggaraan Negara, dimana Tergugat tidak cermat dan tidak teliti, jelas Tergugat telah melakukan kesalahan prosedur.
11.   Bahwa benar Tergugat telah melakukan tindakan kesewenang-wenangan dan tidak tertib administrasi pertanahan sebagai pejabat negara yang telah menimbulkan akibat hukum, dimana Penggugat kepentingannya dirugikan disebabkan tidak diprosesnya penandatanganan sertipikat Penggugat karena adanya surat pengesahan dan pelepasan hak atas tanah kepada negara, yang menimbulkan kesalahan prosedur sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 51 Tahun 2009, Pasal 1 angka 9 dan Pasal 1 angka 12 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
12.  Bahwa terhadap Pengesahan Surat Pelepasan hak atas tanah oleh Kepala Kantor Pertanahan Kota Balikpapan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 9 ke 1 UU No.51 Tahun 2009, dimana Tergugat telah mengesahkan surat pernyataan pelepasan hak atas tanah berupa :
§  Surat Pernyataan Pelepasan Hak Atas Tanah No. 011/SPPH-INS/BPN-44.2/VI-2007 tanggal 19 Juni 2007.
§  Surat Pernyataan Pelepasan Hak Atas Tanah No. 012/SPPH-INS/BPN-44.2/VI-2007 tanggal 19 Juni 2007.
§  Surat Pernyataan Pelepasan Hak Atas Tanah No. 013/SPPH-INS/BPN-44.2/VI-2007 tanggal 19 Juni 2007.
§  Surat Pernyataan Pelepasan Hak Atas Tanah No. 014/SPPH-INS/BPN-44.2/VI-2007 tanggal 19 Juni 2007.
13.  Bahwa demikian juga atas obyek tanah yang legalitas sertipikatnya yang sudah dimatikan akibat disahkannya surat pernyataan pelepasan hak atas tanah yang dipermasalahkan sekarang ini, sangatlah dimungkinkan untuk segera beralih kepada pemilik baru, untuk hal tersebut kami mohon agar Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara di Samarinda Up. Majelis Hakim pemeriksa in casu perkara ini, untuk berkenan menunda peralihan yang akan terjadi sampai adanya putusan Pengadilan Tata Usaha negara Samarinda yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap/pasti. Maka, berdasarkan alasan - alasan tersebut di atas, dengan ini Penggugat memohon kepada Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini berkenan menjatuhkan putusan sebagai berikut.

D.    Proses Berperkara
1.      Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya.
2.      Menyatakan batal atau tidak sah Surat Pengesahan Kepala Kantor Pertanahan Kota Balikpapan berupa :
§  Surat Pernyataan Pelepasan Hak Atas Tanah No. 011/SPPH-INS/BPN-44.2/VI-2007 tanggal 19 Juni 2007.
§  Surat Pernyataan Pelepasan Hak Atas Tanah No. 012/SPPH-INS/BPN-44.2/VI-2007 tanggal 19 Juni 2007.
§  Surat Pernyataan Pelepasan Hak Atas Tanah No. 013/SPPH-INS/BPN-44.2/VI-2007 tanggal 19 Juni 2007.
§  Surat Pernyataan Pelepasan Hak Atas Tanah No. 014/SPPH-INS/BPN-44.2/VI-2007 tanggal 19 Juni 2007.
3.      Memerintahkan kepada Tergugat untuk mencabut/membatalkan Surat Pengesahan Pelepasan Hak atas tanah berupa :
§  Surat Pernyataan Pelepasan Hak Atas Tanah No. 011/SPPH-INS/BPN-44.2/VI-2007 tanggal 19 Juni 2007.
§  Surat Pernyataan Pelepasan Hak Atas Tanah No. 012/SPPH-INS/BPN-44.2/VI-2007 tanggal 19 Juni 2007.
§  Surat Pernyataan Pelepasan Hak Atas Tanah No. 013/SPPH-INS/BPN-44.2/VI-2007 tanggal 19 Juni 2007.
§  Surat Pernyataan Pelepasan Hak Atas Tanah No. 014/SPPH-INS/BPN-44.2/VI-2007 tanggal 19 Juni 2007.
4.      Memerintahkan kepada Tergugat untuk menunda/tidak mengalihkan kepada pihak lain terhadap obyek sengketa sampai putusan in casu perkara ini telah mempunyai kekuatan hukum tetap
5.      Menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara :
Atau apabila Majelis Hakim berpendapat lain mohon untuk putusan yang seadil-adilnya (ex aeguo et bono).
Menimbang, bahwa terhadap gugatan Penggugat tersebut, Tergugat telah mengajukan Jawabannya tertanggal 14 Januari 2013, dengan mengemukakan hal-hal yang pada pokoknya sebagai berikut :
A.    DALAM EKSEPSI
1.      Bahwa Tergugat menyatakan menolak dengan tegas seluruh dalil-dalil yang diajukan oleh Penggugat dalam gugatannya kecuali terhadap hal-hal yang secara jelas dan tegas diakui kebenarannya oleh Tergugat.
2.      Berkaitan Kewenangan Mengadili Dari Pengadilan Tata Usaha Negara (Kompetensi Absolut)
a.       Tergugat menyatakan gugatan yang diajukan oleh Penggugat telah bertentangan dengan kompetensi absolut dari suatu peradilan umum, karena dalam dalil Penggugat kebanyakan materinya berkaitan tentang masalah kepemilikan atau titik beratnya tentang sengketa kepemilikan tanah bukan prosedural administrasi pendaftaran tanah dan tidak berkaitan langsung dengan obyek tata usaha negara sebagaimana diatur dalam PP No. 24 Tahun 1997 Jo PMNA/Ka.BPN No. 3 Tahun 1997 dan apabila pokok sengketanya (Geschilpunt, Fundamentum petendi) terletak dalam lapangan hukum privat maka kompetensi peradilan umum untuk mengadilinya, dan juga Penggugat menyatakan sebagai pemilik dari tanah yang telah diterbitkan obyek perkara a quo, namun dalil-dalil yang dinyatakan oleh Penggugat tersebut hanya merupakan klaim pribadi dari Penggugat, dimana untuk menyatakan Penggugat merupakan pemilik sah atas tanah seharusnya Penggugat mengajukan gugatan melalui Pengadilan Negeri tempat obyek sengketa berada terlebih dahulu, bukan kepada yang menjadi wewenang dari Pengadilan Tata Usaha Negara, karena yang berhak menentukan Penggugat merupakan pemilik sah tanah dari Objek tanah yang telah dikeluarkan sertipikat a quo adalah Pengadilan Negeri, kewenangan dari Pengadilan Tata Usaha Negara untuk mengadili sengketa TUN terhadap keputusan TUN yang telah dikeluarkan oleh badan atau pejabat TUN.
b.      Bahwa berdasarkan hal-hal tersebut diatas dengan ini kami mohon kepada Majelis Hakim sudah selayaknya gugatan yang diajukan oleh Penggugat harus ditolak atau setidak-tidaknya dinyatakan tidak dapat diterima karena telah bertentangan dengan kompetensi absolut pengadilan (Niet Ontvankelijk Verklaard).
3.      Bahwa Tergugat membantah dalil Penggugat dalam dasar gugatan, objek yang mdigugat bukan merupakan Keputusan Tata Usaha Negara, sebagaimana diatur dalam UU No. 51 Tahun 2009 Pasal 1 ayat 9 :
“Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum tata usaha negara yang berdasarkan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkrit, individual dan final yang menimbulkan akibat hukun bagi seseorang atau badan hukum perdata”.
Berdasarkan kutipan tersebut diatas di dalam penjelasan buku Hukum acara Peradilan Tata Usaha Negara oleh HARAHAP 1997 : 68 sebagai berikut :
BADAN ATAU PEJABAT TATA USAHA NEGARA : Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara di pusat dan di daerah yang melakukan kegiatan yang bersifat eksekutif.
TINDAKAN HUKUM TATA USAHA NEGARA : Perbuatan hukum badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang bersumber pada suatu ketentuan hukum Tata Usaha Negara yang dapat menimbulkan hak atau kewajiban pada orang lain. BERSIFAT KONKRET : Obyek yang diputuskan dalam Keputusan Tata Usaha Negara tidak abstrak, tetapi berwujud tertentu atau dapat ditentukan. Misalnya keputusan tentang pemberian atau pencabutan izin usaha atas nama si A. BERSIFAT INDIVIDUAL : Keputusan Tata Usaha Negara itu tidak ditujukan,untuk umum, tetapi tertentu baik alamat maupun hal yang dituju, kalau yang dituju itu lebih dari seorang, tiap-tiap nama orang yang terkena keputusan itu disebutkan misalnya keputusan tentang pelebaran jalan. BERSIFAT FINAL : Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan itu sudah definitif dan karenanya dapat menimbulkan akibat hukum. Keputusan pengangkatan seorang PNS yang memerlukan persetujuan dari BAKN. Berdasarkan kutipan-kutipan tersebut di atas, menurut hemat Tergugat bahwa sudah jelas objek yang digugat tidak dibuat secara individual karena ada instansi lain dalam proses pengadaan tanah, dalam hal ini Kelurahan dan Kecamatan. Kemudian objek yang digugat juga belum bersifat final karena instansi yang menguasai tanah tersebut wajib mengajukan permohonan sesuatu hak atas tanah sampai memperoleh sertipikat atas nama instansi induknya sesuai ketentuan yang berlaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 PERMENAG/Ka.BPN No. 1 Tahun 1994. Sehingga unsur-unsur dalam pengertian Keputusan Tata Usaha Negara belum terpenuhi sehingga gugatan tidak dapat diterima. Selanjutnya dalam Pasal 2a UU No. 9 Tahun 2004 yang berbunyi : Tidak termasuk dalam pengertian Keputusan Tata Usaha Negara menurut Undang-Undang ini :
1)       Keputusan Tata Usaha Negara merupakan perbuatan hukum perdata.
Bahwa sesuai dengan ketentuan di atas, obyek gugatan yang diajukan oleh Penggugat merupakan proses perbuatan hukum perdata dimana berdasarkan Pasal 30 Ayat 1 PERMENAG/Ka. BPN No.1 Tahun 1994 yang “Bersama dengan pemberian ganti kerugian dibuat surat pernyataan pelepasan hak atau penyerahan tanah uang ditandatangani oleh pemegang hak atas tanah dan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten / Kotamadya serta disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang anggota panitia.”.
Dari penjelasan diatas maka dapat diketahui bahwa kedudukan Tergugat dalam hal ini hanya sebagai pihak yang mengesahkan proses pelepasan dan penyerahan hak atas tanah yang merupakan proses perbuatan hukum perdata.

4.      Bahwa subjek yang dituju tidak hanya merupakan Kepala Kantor Pertanahan Kota Balikpapan karena proses pelepasan tanah tersebut juga melibatkan instansi lain. Apabila luasan tanah yang dimohonkan pembebasan dibawah 1 hektar melibatkan unsur dari Kelurahan dan Kecamatan, sedangkan apabila luasan tanah yang dibebaskan di atas 1 hektar dibentuk tim pengadaan tanah untuk melakukan kegiatan inventarisasi sebagaimana dalam Pasal 6 Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2005 sebanyak 9 (sembilan) orang. Oleh karena itu gugatan yang diajukan oleh Penggugat dikategorikan kurang pihak. Dengan demikian gugatan yang diajukan oleh Penggugat haruslah ditolak atau setidak-tidaknya dinyatakan tidak dapat diterima.

Senin, 24 November 2014

Perceraian dalam islam

PERCERAIAN

Perceraian adalah berakhirnya suatu pernikahan atau berahkirnya hubungan antara lawan jenis. Saat kedua pasangan tak ingin melanjutkan kehidupan pernikahannya, mereka bisa meminta pemerintah untuk dipisahkan. Selama perceraian, pasangan tersebut harus memutuskan bagaimana membagi harta mereka yang diperoleh selama pernikahan

JENIS PERCERAIAN                  :


~ Cerai hidup : karena tidak cocok satu sama lain.
~ Cerai mati    : karena salah satu pasangan meninggal.

PENYEBAB PERCERAIAN       :


faktor penyebab perceraian antara lain adalah sebagai berikut :

 

Ketidakharmonisan dalam rumah tangga

Alasan tersebut di atas adalah alasan yang paling kerap dikemukakan oleh pasangan suami – istri yang akan bercerai. Ketidakharmonisan bisa disebabkan oleh berbagai hal antara lain, krisis keuangan, krisis akhlak, dan adanya orang ketiga. Dengan kata lain, istilah keharmonisan adalah terlalu umum sehingga memerlukan perincian yang lebih mendetail.

Krisis moral dan akhlak

Selain ketidakharmonisan dalam rumah tangga, perceraian juga sering memperoleh landasan berupa krisis moral dan akhlak, yang dapat dilalaikannya tanggung jawab baik oleh suami ataupun istri, poligami yang tidak sehat, penganiayaan, pelecehan dan keburukan perilaku lainnya yang dilakukan baik oleh suami ataupun istri, misal mabuk, berzinah, terlibat tindak kriminal, bahkan utang piutang.

Perzinahan

Di samping itu, masalah lain yang dapat mengakibatkan terjadinya perceraian adalah perzinahan, yaitu hubungan seksual di luar nikah yang dilakukan baik oleh suami maupun istri.

Pernikahan tanpa cinta

Alasan lainnya yang kerap dikemukakan oleh suami dan istri, untuk mengakhiri sebuah perkawinan adalah bahwa perkawinan mereka telah berlangsung tanpa dilandasi adanya cinta. Untuk mengatasi kesulitan akibat sebuah pernikahan tanpa cinta, pasangan harus merefleksi diri untuk memahami masalah sebenarnya, juga harus berupaya untuk mencoba menciptakan kerjasama dalam menghasilkan keputusan yang terbaik.

 

Adanya masalah-masalah dalam perkawinan

Dalam sebuah perkawinan pasti tidak akan lepas dari yang namanya masalah. Masalah dalam perkawinan itu merupakan suatu hal yang biasa, tapi percekcokan yang berlarut-larut dan tidak dapat didamaikan lagi secara otomatis akan disusul dengan pisah ranjang seperti adanya perselingkuhan antara suami istri.

Masalah Ekonomi


Ekonomi yang belum cukup akibat pernikahan dini untuk keperluan rumah tangga dan bisa juga dialami oleh keluarga yg sudah mapan sekalipun. Aturlah keuangan dengan bijak dan tetap hidup sederhana walau diberkati Tuhan secara finansial, karena harta duniawi sebanyak apapun bisa habis juga. Juga bagi yg hendak menikah, jangan terlalu memaksakan diri mengadakan pesta mewah jika memang belum mampu dan masih banyak kewajiban mencicil sana-sini. Lebih baik menahan gengsi, daripada ekonomi langsung pincang dan menyesal di kemudian hari.

Perbedaan Prinsip dan Keyakinan

Memang, ada sebagian kawin campur yang sukses bertahan lama. Tapi lebih banyak yg kandas di tengah jalan, bahkan cuma seumur jagung. Sebetulnya, banyak yg merasa sangat tertekan jika tidak bisa beribadah bersama atau dipaksa untuk pindah agama, tapi tetap berusaha bertahan hanya demi anak-anak mereka.

Tidak Mau Mengalah.
Pernikahan bukanlah kuis adu kecerdasan untuk mencari siapa yang salah dan siapa yg benar, tapi sarana untuk belajar saling mengerti dan juga mengampuni. Jangan suka menuntut pasangan kita untuk berubah sesuai kehendak kita, jika kita sendiri tidak pernah mau introspeksi diri. Jika sama-sama selalu keras kepala, maka bisa berakhir di pengadilan. Saling menerima kekurangan masing-masing dengan bijak.

Langkah-langkah Pertama Dalam Menanggulangi Sebuah Masalah Dalam Perkawinan


~ Adanya keterbukaan antara suami – istri
~ Berusaha untuk menghargai pasangan
~ Jika dalam keluarga ada masalah, sebaiknya diselesaikan secara baik-baik
~ Saling menyayangi antara pasangan   

Dampak Perceraian


~Perceraian sering menimbulkan tekanan batin bagi tiap pasangan tersebut.
~Anak-anak yang terlahir dari pernikahan mereka juga bisa merasakan sedih dan tertekan mentalnya bila orangtua mereka bercerai, banyak anak-anak yang rusak akibat perceraian. sedangkan allah juga membenci perceraian.

Perceraian Menurut Agama Islam


Islam membimbing umatnya agar tidak memecah-belah persaudaraan di antara sesama muslim. Pernikahan adalah salah satu sunnah Rosulullah S.A.W. yang akanlah kita mendapat pahala jika melakukannya.

Perceraian sendiri adalah suatu hal yang halal untuk dilakukan. Namun halnya, jikalau sepasang suami-istri melakukan perceraian, alkisah mengatakan bahwa 'Arsy terguncang sebegitu dahsyatnya. Oleh karena hal tersebut, Allah membenci perceraian, meski telah dikatakan bahwa hal ini adalah halal.

Paham Intergralistik Indonesia

Paham Integralistik Indonesia


1). Pengertian
           
            Dalam pengertian ini paham integralistik memberikan suatu prinsip bahwa negara adalah suatu kesatuan integral dari unsur-unsur yang menyusunnya, negara mengatasi semua golongan bagian-bagian yang membentuk negara, negara tidak memihak pada suatu golongan betapapun golongan tersebut sebagai golongan besar
Paham integralistik dalam kehidupan bernegara mengasumsikan negara kesatuan Republik Indonesia.
           
            Paham Negara Integralistik Menurut Supomo, Integralistik merupakan paham yang berakar dari keanekaragaman budaya bangasa namun tetap mempersatukan satu kesatuan integral yang disebut Negara Indonesia.


2). Paham Integralistik
           
            Teori integralistik berpendapat bahwa tujuan negara itu merupakan gabungan dan paham individualisme dan sosialisme. Paham integralistik ingin menggabungkan kemauan rakyat dengan penguasa (negara).
           
            Soepomo, yang sudah diberi gelar pahlawan, adalah pencetus konsepsi "negara integralistik", yang serupa tapi tak sama dengan bentuk negara kesatuan Indonesia saat ini.

            Konsepsi  ini, dikemukakan Soepomo saat berpidato di depan rapat BPUPKI, pada 31 Mei 1945. Dalam rapat yang membicarakan tentang dasar-dasar Negara Indonesia Merdeka itu, Soepomo mengutarakan tiga persoalan penting yang perlu disasar sebelum terwujudnya Negara Indonesia Merdeka.

Pertama, pilihan antara persatuan negara (eenheidsstaat), negara serikat (bondstaat), atau persekutan negara (statenbond). Kedua, soal hubungan antara negara dan agama. Ketiga, sekaligus yang terakhir, pilihan antara republik atau monarki.           
           
            Pemikiran Mr.Soepomo tentang konsep Negara integralistik (paham Negara kekeluargaan) dikemukakan dalam sidang BPUPKI yang kedua, tepatnya pada tanggal 31 Mei 1945 di Gedung Chuo Sangi In di jalan Pejambon 6 Jakarta, menyatakan bahwa cita – cita negara yang sesuai dengan Indonesia adalah negara integralistik.
            Mr.Soepomo dalam pidatonya selain memberikan rumusan tentang Pancasila juga memberikan pemikiran tentang paham integralistik Indonesia. Hal ini tertuang di dalam salah satu pidatonya yang berbunyi :

“………,bahwa jika kita hendak mendirikan Negara Indonesia yang sesuai dengan keistimewaan sifat dan corak masyarakat Indonesia, maka negara kita harus berdasar atas aliran pikiran (staatsidee) negara yang integralistik, negara yang bersatu dengan seluruh rakyatnya, yang mengatasi seluruh golongannya dalam lapangan apa pun.”

            Negara  integralistik menurut  Mr. Soepomo lebih tepat daripada negara individual liberalistis atau negara yang didasarkan pada kelas sebagaimana yang diperlihatkan negara komunis. Menurutnya,integralistik berarti negara tidak untuk menjamin negara individu, bukan pula untuk kepentingan golongan tertentu tetapi menjamin kepentingan masyarakat seluruhnya sebagai satu kesatuan yang integral. Didalamnya, segala golongan, segala bagian, semua individu berhubungan erat satu sama lain yang didasarkan pada prinsip persatuan antara pimpinan dan rakyat dan prinsip persatuan dalam negara seluruhnya. Pendapat ini didukung oleh Ir. Soekarno dan anggota – anggota BPUPKI
           

            Paham integralistik yang terkandung dalam Pancasila meletakkan asas
kebersamaan hidup, mendambakan keselarasan dalam hubungan antarindividu maupun
masyarakat. Dalam pengertian ini paham negara integralistik tidak memihak kepada yang
kuat, tidak mengenal dominasi mayoritas dan juga tidak mengenal tirani minoritas. Maka
di dalamnya terkandung nilai kebersamaan, kekeluargaan, ke “binneka tunggal ika” an,
nilai religiusitas serta selaras.
           
            Paham Integralistik merupakan aliran pemi­kiran yang sesuai dengan watak bangsa Indonesia yang bersifat kekeluargaan dan tolong-menolong.
Pentingnya Pengakuan Suatu Negara oleh Negara Lain:
Tata hubungan intemasional menghendaki status negara merdeka sebagai syarat yang harus dipenuhi. Pengakuan dan negara lain juga merupakan modal bagi suatu negara untuk diakui sebagai negara yang merdeka. Pengakuan negara terhadap negara lain dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pengakuan secara de Facto dan de Jure.
           
            Melalui sidang BPUPKI tanggal 31 Mei 1945, Supomo mengusulkan paham Integralistik yang menurutnya paham ini berakar pada keanekaragaman budaya bangsa namun hal itu justru mempersatukan dalam suatu kesatuan integral yang disebut Negara Indonesia.
Paham integralistik yang terkandung dalam Pancasila meletakkan asas kebersamaan hidup, mendambakan keselarasan dalam hubungan antar individu maupun masyarakat.
Dalam pengertian ini paham negara integralistik tidak memihak kepada yang kuat, tidak mengenal dominasi mayoritas dan juga tidak mengenal tirani minoritas. Maka di dalamnya terkandung nilai kebersamaan, kekeluargaan, ke “binneka tunggal ika” an, nilai religiusitas serta selaras.




Bila dirinci maka paham Negara Integralistik memiliki pandangan sebagai berikut :
  1. Negara merupakan suatu susunan masyarakat yang integral.
  2. Semua golongan bagian, bagian dan anggotanya berhubungan erat satu dengan lainnya.
  3. Semua golongan, bagian dan anggotanya merupakan persatuan masyarakat yang organis.
  4. Yang terpenting dalam kehidupan bersama adalah perhimpunan bangsa seluruhnya.
  5. Negara tidak memihak kepada sesuatu golongan atau perseorangan.
  6. Negara tidak menganggap kepentingan seseorang sebagai pusat.
  7. Negara tidak hanya untuk menjamin kepentingan seseorang atau golongan saja.
  8. Negara menjamin kepentingan masyarakat seluruhnya sebagai suatu kesatuan integral.
  9. Negara menjamin keselamatan hidup bangsa seluruhnya sebagai suatu kesatuan yang tak dapat dipisahkan.
           

            Negara Pancasila adalah Negara Kebangsaan yang Berketuhanan Yang Maha Esa
Sesuai dengan makna negara kebangsaan Indonesia yang berdasarkan Pancasila adalah kesatuan integral dalam kehidupan bangsa dan negara, maka memiliki sifat kebersamaan, kekeluargaan serta religiusitas. Dalam pengertian inilah maka Negara Pancasila pada hakikatnya adalah negara kebangsaan yang Berketuhanan Yang Maha Esa.
Rumusan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagaimana terdapat dalam Pembukaan UUD 1945, telah memberikan sifat yang khas kepada Negara Kebangsaan Indonesia, yaitu bukan merupakan negara sekuler yang memisahkan antara agama dengan negara demikian juga bukan merupakan negara agama yaitu negara yang mendasarkan atas agama tertentu.
           
            Negara tidak memaksa dan tidak memaksakan agama karena agama adalah merupakan suatu keyakinan bathin yang tercermin dalam hati sanubari dan tidak dapat dipaksakan. Kebebasan beragama dan kebebasan agama adalah merupakan hak asasi manusia yang paling mutlak, karena langsung bersumber pada martabat manusia yang berkedudukan sebagai makhluk pribadi dan makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu agama bukan pemberian negara atau golongan tetapi hak beragama dan kebebasan beragama merupakan pilihan pribadi manusia dan tanggung jawab pribadinya.


Hubungan negara dengan agama menurut Negara Pancasila adalah sebagai berikut :
  1. Negara adalah berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
  2. Bangsa Indonesia adalah sebagai bangsa yang Berketuhanan Yang Maha Esa.
  3. Tidak ada tempat bagi Atheisme dan Sekulerisme karena hakikatnya manusia berkedudukan kodrat sebagai makhluk Tuhan.
  4. Tidak ada tempat pertentangan agama, golongan agama, antar dan inter pemeluk agama serta antar pemeluk agama.

  1. Tidak ada tempat bagi pemaksaan agama karena ketaqwaan itu bukan hasil paksaan bagi siapapun juga.
  2. Oleh karena itu harus memberikan toleransi terhadap orang lain dalam menjalankan agama dan negara.
  3. Segala aspek dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara harus sesuai dengan nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa terutama norma-norma hukum positip maupun norma moral baik moral negara maupun moral para penyelenggara negara.
  4. Negara pada hakikatnya adalah merupakan “ . . . . .berkat Rahmat Allah Yang Maha Esa.
           

            Menurut paham Theokrasi hubungan negara dengan agama merupakan hubungan yang tidak dapat dipisahkan karena negara menyatu dengan agama dan pemerintahan dijalankan berdasarkan firman-firman Tuhan. Dengan demikian agama menguasai masyarakat politis.. Dalam praktik kenegaraan, terdapat dua macam pengertian negara Theokrasi yaitu Theokrasi Langsung dan Negara Theokrasi Tidak Langsung.


a. Theokrasi Langsung

            Dalam sistem negara theokrasi langsung kekuasaan adalah langsung merupakan otoritas Tuhan. Adanya negara di dunia ini adalah atas kehendak Tuhan dan yang memerintah adalah Tuhan. Dalam sejarah Perang Dunia II, rakyat Jepang rela mati berperang demi Kaisarnya, karena menurut kepercayaannya Kaisar adalah sebagai anak Tuhan. Negara Tibet dimana pernah terjadi perebutan kekuasaan antara Pancen Lama dan Dalai Lama adalah sebagai penjelmaan otoritas Tuhan dalam negara dunia.


b. Theokrasi Tidak Langsung

            Negara Theokrasi tidak langsung bukan Tuhan sendiri yang memerintah dalam negara, melainkan kepala negara atau raja, yang memiliki otoritas atas nama Tuhan. Kepala Negara atau Raja memerintah atas kehendak Tuhan, sehingga kekuasaan dalam negara merupakan suatu karunia dari Tuhan.
Dari uraian tersebut jelaslah bahwa Negara Pancasila adalah negara yang melindungi seluruh agama di seluruh wilayah tumpah darah. Sebagaimana tersebut dalam Pasal 29 ayat (2) memberikan kebebasan kepada seluruh warga negara untuk memeluk agama dan menjalankan ibadah sesuai dengan keimanan dan ketakwaan masing-masing. Negara kebangsaan yang berketuhanan yang Maha Esa adalah negara yang merupakan penjelmaan dari hakikat kodrat manusia sebagai individu makhluk, sosial dan manusia adalah pribadi dan makhluk Tuhan yang Maha Esa.

           


3). Negara Integralistik Soepomo: Kegagalan dan Tantangan Masa      Depan
      

            Saat ini, panggilan jaman jelas sudah berbeda. Globalisasi yang tak terelakkan, serta perkembangan teknologi yang membuat dunia menjadi tanpa batas, harus direspon dengan jawaban yang tepat pula. Negara integralistik/totaliter versi Soepomo, tentunya, tidak lagi menjadi opsi. Sejarah telah mencatat bahwa negara integralistik/totaliter--apapun ideologinya--hanya menjadi legitimasi pelanggaran hak asasi manusia, serta menambah catatan panjang kekelaman sejarah dunia.

            Tetapi visi Soepomo agar Indonesia menyesuaikan dengan kondisi nyata dan panggilan jaman; menjadi satu dengan rakyatnya; dan tidak berpihak pada golongan tertentu, akan selalu relevan hingga masa mendatang. Indonesia dengan ideologi Pancasila, harus dinamis, menyesuaikan bentuknya dengan lingkungan sekitar, tanpa harus meninggalkan bentuk aslinya. Parlementer, republik, apapun bentuknya, hanyalah menjadi sarana untuk mewujudkan Indonesia yang adil, makmur, dan sejahtera.

            Negara integralistik, menurut Soepomo, akan bersatu dengan seluruh rakyatnya dari golongan apapun. Aliran ini menuntut kepala negara menjadi pemimpin yang sejati, penunjuk jalan ke arah cita-cita luhur, dan diidam-idamkan oleh rakyat. Tak berhenti sampai di sana, Soepomo menegaskan bahwa negara dengan konsepsi integralistik/totaliter akan mengatasi segala golongan dan menghormati keistimewaan semua golongan, baik besar maupun kecil.

            Soepomo sendiri, dalam pidatonya di BPUPKI, merujuk pada Jerman dan Jepang-dua negara yang di era 1940an terkenal dengan fasisme-nya-sebagai bentuk paling tepat dari negara integralistik. Soepomo menganggap, kedua negara itu menganut prinsip persatuan antara pimpinan dan rakyat, yang menjadi elemen penting negara integralistik/totaliter. Pada akhirnya, konsep inilah yang dianggap cocok dengan aliran pikiran ketimuran, termasuk Indonesia.
           
            Kekhawatiran akan penyelewengan negara integralistik/totaliter seperti di Jerman dan Jepang, sialnya, terwujud pada era Orde Baru. Idealisme Soepomo menjadi nyata dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, ketika kepentingan berbagai golongan dilebur dalam ideologi negara Pancasila. Patut disayangkan, idealisme ini justru disalah gunakan untuk kepentingan penguasa dan melegitimasi tindakan represif terhadap suara-suara yang kritis.   
           


            Visi Soepomo untuk membuat negara menjadi satu dengan masyarakatnya, justru diselewengkan menjadi state terorrism. Tak hanya itu, lembaga permusyawaratan--sebuah lembaga yang juga direkomendasikan Soepomo--yang diharapkan menjadi suara rakyat, malah sekedar menjadi tukang stempel untuk kebijakan pemerintah. Akhirnya, Indonesia, selama 30 tahun, menjadi negara fasis yang bertopengkan demokrasi.

            Dari titik ini dapat dilihat bahwa cita-cita Soepomo sesungguhnya lebih rasional untuk dikonkritkan melalui negara yang, dalam bahasa Soepomo, menganut demokrasi Barat. Konsepsi negara integralistik/totaliter malah rentan untuk diselewengkan menjadi negara diktatorial yang tidak menghargai hak asasi manusia, yang di dalamnya termasuk kebebasan berpendapat, berserikat, dan beragama.

            Meski terkesan sebagai sumber dari fasisme di Indonesia, pemikiran Soepomo sesungguhnya sangat visioner. Pandangannya atas konsep negara integralistik, berangkat dari kondisi riil Indonesia, yang pada tahun 1940an masih rapuh dan berusaha mencari bentuk. Pilihan negara integralistik/totaliter, pada akhirnya, memang tepat untuk menjawab pernyataan Soepomo bahwa negara harus disesuaikan dengan panggilan jaman pada saat pra-kemerdekaan.

            Pada masa pra-kemerdekaan, masyarakat Indonesia masih terpecah-pecah dalam berbagai suku dan golongan. Kondisi ini juga diperparah dengan politik devide et impera Belanda, yang terbukti ampuh untuk merontokkan perjuangan bangsa Indonesia. Tak heran, pilihan negara yang kuat dan bisa menyatukan semua kepentingan adalah opsi yang paling rasional.

            Saat ini, panggilan jaman jelas sudah berbeda. Globalisasi yang tak terelakkan, serta perkembangan teknologi yang membuat dunia menjadi tanpa batas, harus direspon dengan jawaban yang tepat pula. Negara integralistik versi Soepomo, tentunya, tidak lagi menjadi opsi. Sejarah telah mencatat bahwa negara integralistik--apapun ideologinya--hanya menjadi legitimasi pelanggaran hak asasi manusia, serta menambah catatan panjang kekelaman sejarah dunia.

            Tetapi visi Soepomo agar Indonesia menyesuaikan dengan kondisi nyata dan panggilan jaman; menjadi satu dengan rakyatnya; dan tidak berpihak pada golongan tertentu, akan selalu relevan hingga masa mendatang. Indonesia dengan ideologi Pancasila, harus dinamis, menyesuaikan bentuknya dengan lingkungan sekitar, tanpa harus meninggalkan bentuk aslinya. Parlementer, republik, apapun bentuknya, hanyalah menjadi sarana untuk mewujudkan Indonesia yang adil, makmur, dan sejahtera.







4). Pemahaman Integralistik Indonesia
                                                                                     
·         Tidak sama dengan Paham Integralistik ala Jerman

Paham integralistik ala jerman menimbulkan disiplin mati (kadaver discipline) yang menumbuhkan negara kekuasaan totaliter.

§  ciri khas     : du bist nicht deine volk ist alles
§  artinya       : bahwa kamu sebagai orang seseorang tidak ada artinya, yang penting adalah bangsa.


·         Paham integralistik yang diungkapkan oleh Supomo dikombinasi dengan pemikiran Bung Hatta menghasilkan Paham INTEGRALISTIK ala INDONESIA.

§  ciri khas     : kepentingan masyarakat diutamakan, namun harkat dan martabat manusia dihargai.
§  ciri dan paham integralistik ini dapat dijumpai di kehidupan desa


·         Paham Integralistik dalam kehidupan ketatanegaraan

§  Disebut sebagai Negara kekeluargaan
§  Asas Negara kekeluargaan merupakan isi dan filsafat dari pancasila


·         Asas kekeluargaan terdiri dari dua perkataan

§  sesuatu kebenaran yang menjadi pokok dasar atau tumpuan berpikir
§  kekeluargaan


·         Kekeluargaan

§  berasal dari kata keluarga terdiri dari       :

o   ayah, ibu dan anak-anak terkadang ditambah kakek dan nenek serta keponakan.

o   susunan keluarga terdiri dari beberapa sifat, watak dan kecenderungan yang berbeda, tetapi dalam keluarga tetap satu.


·         Indonesia dipandang sebagai suatu Negara besar atau NEGARA KEKELUARGAAN

§  Rakyat Indonesia merasa dirinya sebagai satu keluarga
§  masing-masing individu bertanggung jawab dalam keluarga besar yang bernama negara

o   Artinya masing-masing mempunyai tanggung jawab bersama dalam keluarga besar bernama negara

§  Asas kekeluargaan merupakan isi dari filsafat dan pancasila

o   Artinya bahwa negara kekeluargaan hanya terdapat dalam Negara Pancasila dan Negara yang berdasarkan Neagara Pancasila selalu merupakan negara kekeluargaan.


·         Ciri-Ciri Tata Nilai Integralistik
                                          

§  Bagian atau golongan yang terlibat berhubungan erat dan merupakan kesatuan organis.
§  Eksistensi setiap unsur hanya berarti dalam hubungannya dengan keseluruhan.
§  Tidak terjadi situasi yang memihak pada golongan yang kuat atau yang penting.
§  Tidak tejadi dominasi mayoritas atau minoritas.
§  Tidak memberi tempat pada paham individualisme, liberalisme dan totaliterisme
§  Yang diutamakan keselematan maupun kesejahteraan, kebahagiaan keseluruhan (bangsa dan negara).
§  Mengutamakan memadu pendapat daripada mencari menangnya sendiri.
§  Disemangati kerukunan, keutuhan, persatuan, kebersamaan, setia kawan, gotong royong.
§  Saling tolong menolong, bantu membantu dan kerja sama
§  Berdasarkan kasih sayang, pengorbanan, kerelaan.
§  Menuju keseimbangan lahir batin, pria dan wanita, individu maupun masyarakat serta lingkungan.






SEMOGA BERMANFAAT TEMAN ......